Senin, 14 Oktober 2013

I'm not Dandelion

Picture taken from: www.cs.duke.edu

“You can sit wherever you wanna sit, you can stand wherever you wanna stand, you can go wherever you wanna go, because you are dandelion (Princess Hours)

 
Dandelion atau sering disebut Randa Tapak adalah sejenis tumbuhan yang memiliki bunga kecil-kecil dan terbang bila ditiup angin. Tumbuhan ini kecil tapi dapat terbang kemanapun yang dia suka. Asalnya dari Asia dan Eropa, tapi saya yakin bunga ini mungkin sudah melintasi berbagai benua, menyinggahi berbagai negara yang disukainya. Mungkin dia sudah melihat berbagai keajaiban dunia dan pemandangan alam di luar sana yang memesona.
Pertama kali mendengar kata “Dandelion” adalah ketika saya melihat film Korea kesukaan saya, Princess Hours. Entah sudah berapa kali saya melihat film itu, lebih dari lima kali mungkin, tapi saya tidak pernah bosan dan tidak pernah berhenti mengagumi akting, dialog, kostum, bahkan properti yang ditampilkan di film yang sudah beberapa kali ditayangkan di TV Indonesia itu. Dalam film ini, kata Dandelion muncul ketika sang crown princess merasa tidak tahan hidup di istana. Ia mendapatkan apa yang diinginkannya, bahkan cinta sang crown prince, tapi tetap saja hidup di dalam istana tidak membuatnya bahagia. Ketika sang puteri mahkota ini curhat pada sahabatnya, sahabatnya pun menganalogikan dirinya dengan Dandelion ini.
Mungkin sebenarnya ketika saya mendengar kata Dandelion dan mencari kata Dandelion dalam mesin pencari otomatis, saya membayangkan diri saya seperti Dandelion. Membayangkan diri saya dapat pergi bebas kemanapun saya suka, membuat diri saya melakukan apa yang saya inginkan, dan mungkin bertemu dengan orang-orang yang saya ingin temui. Membayangkan menjadi Dandelion membuat saya tersenyum dengan mata terpejam.
Saya iri pada Dandelion. Benar-benar iri. Hidup saya sepertinya cuma selingkup ini saja antara rumah, toko, kamar tidur, buku, sekolah, tempat les, televisi, jejaring sosial, musik, apalagi? Benar-benar membosankan. Saya berhenti di sini. Keberhasilan saya hanya diukur dari uang yang saya terima. Sepertinya saya butuh angin untuk menerbangkan saya dari berbagai rutinitas yang menjemukan setiap hari. Saya butuh angin untuk menerbangkan mimpi-mimpi saya. Saya butuh angin untuk membuat hidup saya berbeda. Seperti Dandelion.
Tapi, akhirnya saya harus menerima kenyataan bahwa saya bukan Dandelion. Saya tidak punya angin, saya tidak punya keberanian, dan saya masih punya pikiran waras terhadap jalan hidup saya. Yah, ternyata saya memang benar-benar bukan Dandelion. Saya juga tidak pernah tahu kapan saya akan menjadi Dandelion. Tapi saya harap, saya akan bisa menjadi Dandelion dalam hidup saya sendiri. AZ