Minggu, 12 Januari 2014

Konser (Meiliana K. Tansari): Book Review

Picture taken from:metropop-lover.com



Satu  lagi novel berjudul “Konser” yang saya baca ketika liburan. Novel karangan Meiliana K. Tansari dengan tebal  295 halaman ini saya baca tak lebih dari tiga setengah jam. Novel ini tidak terlalu “nyastra”, bahasa saya yang artinya tidak sulit untuk mengerti apa isi cerita novel ini. Kalau adik saya lebih tertarik dengan novel sastra yang bahasanya susah dimengerti dan butuh berfikir untuk membacanya, saya lebih tertarik dengan novel-novel ringan yang saya tidak perlu berfikir dua kali untuk mengerti alur ceritanya. Bagi saya membaca novel adalah sebuah bentuk refreshing hidup dibalik kepenatan badan dan fikiran. Tapi sekali-sekali ketika persedian novel saya habis, biasanya saya juga membaca novel-novel ala adik saya.

Konser menceritakan tentang seorang pianis bernama Fajar yang ingin menggelar konser tunggal. Karena ketidakmampuan ekonomi akhirnya ia menikahi Elise, seorang perempuan cantik dan kaya yang tergila-gila padanya. Menikahi Elise tanpa mencintainya sebenarnya hal yang biasa saja bagi Fajar, sampai ia bertemu dengan Kirana, seorang pemain biola belia yang mampu mengetuk hati terdalamnya.

Dalam cerita ini, pengarang secara apik membawakan isi cerita. Saya rasa isi cerita yang membuat penasaran dari awal sampai akhir adalah kekuatan novel ini. Isi cerita yang tak mudah ditebak arahnya, walaupun sudah ada petunjuk-petunjuk tersirat membuat saya sebagai pembaca selalu bertanya, apa yang terjadi kemudian? Apakah Kirana dan Fajar akan bersatu? Bagaimana denga Elise? Mengapa ada karakter Sudarto?

Semakin dalam membaca, saya juga menyadari bahwa cerita ini tak pasaran. Tak sama seperti novel percintaan yang saya baca, novel ini menyuguhkan beberapa hal menarik yang tak semua novel memilikinya seperti perbedaan usia para karakter yang sangat jauh dan cerita di balik sebuah konser musik. Tak semua orang memikirkan bagaimana kisah cinta di balik sebuah konser musik, dan novel ini mencoba menghadirkannya dalam bentuk ringan namun tetap menarik.

Membaca novel ini, kita tidak dapat melewatkan satu halaman, satu kalimat, bahkan satu kata pun karena bila kita melewatkan bagian-bagian kecil ini, cerita yang kita dapatkan tidak akan utuh. Semua isi cerita novel ini bermakna. Kalimat dan kata bahkan adalah sebuah pertanda. Jadi, sebagai pembaca saya harus baik-baik membaca pertanda agar tak salah mengurai makna cerita novel ini.

Alfanita Zuraida

Jumat, 10 Januari 2014

Ciuman di Bawah Hujan (Lan Fang): Book Review

Picture taken from: sepetaklangitku.blogspot.com


Ini adalah kali pertama saya membaca buku Lan Fang. Sebenarnya saya sudah mengetahui nama besar Lan Fang awal tahun 2012 ketika belajar Bahasa Indonesia di program KKT Unesa, namun saya belum sempat membaca buku-bukunya. Buku berjudul Ciuman di Bawah Hujan ini ditemukan Adik saya, Lucia Dwi Elvira di sekian banyak tumpukan buku murah di Royal Plaza. 

Dengan Rp 20.000, kami sudah bisa membawa pulang karya penulis yang pernah berkunjung ke Pondok Pesantren Tebu Ireng di Jombang, Jawa Timur ini. Sebenarnya ini bukan buku baru, buku ini terbit sekitar tahun 2010. Kemungkinan karena sudah tiga tahun yang lalu terbit, buku ini berada di rak buku yang didiskon. 

Secara garis besar, membaca novel ini membuat kita bisa membayangkan apa yang sedang diimajinasikan oleh sang penulis dengan mudah. Lan Fang banyak mendeskripsikan suasana dalam cerita novelnya ini. Cerita diawali oleh Fung Lin, tokoh utama, seorang wartawan yang ditugaskan untuk melakukan wawancara tentang TKW di Hong Kong. 

Setelah di Hong Kong ia tidak menyadari bahwa sosok sederhana yang ia temui dalam sebuah seminar itu adalah Ari, anggota DPR yang harus diwawancarainya. Setelah pertemuan pertama itu Fun Ling dan Ari sering bertemu untuk membicarakan banyak hal. Hanya pada Arilah, Fun Ling bisa  bercerita tentang apa saja.

Sejak pertama saya berfikir bahwa Fun Ling dan Ari akan merenda kasih, tetapi tiba-tiba di tengah cerita, muncullah tokoh Rafi, teman Ari yang juga anggota DPR yang suka dengan Fun Ling. Terus terang saya merasa sedikit kecewa dengan hadirnya tokoh Raffi, karena seperti tiba-tiba saja pikiran saya yang dari awal sudah berpihak pada Ari untuk menjadi kekasih Fun Ling harus diajak untuk menerima tokoh lain. 

Dalam novel terakhirnya ini, Lan Fang banyak mengemukakan pemikirannya dalam bentuk analogi. Ia dengan cerita yang sedikit aneh menganalogikan tikus dengan para koruptor. Di tengah cerita saya tiba-tiba bingung dengan cerita tentang tikus ini. Awalnya seprti saya membaca cerita nyata tetapi menginjak bagian ini terasa bahwa saya sedang membaca cerita khayalan. Fun Ling diceritakan dikepung oleh banyak tikus di depot makan tempat ia bekerja. Tikus-tikus itu sangat pintar sehingga Fun Ling harus menggunakan beberapa trik untuk membunuh mereka yang menyebabkan depot majikannya bangkrut. Ketika ia sudah hampir berhasil, tia-tiba saja tikus-tikus sekarat itu bangun. Dengan dipimpin oleh sang ketua tikus yang disebut Ketua Dinar, tiba-tiba saja mereka bersama-sama menyerang Fun Ling. Dalam cerita nyata kita tidak bisa membayangkan hal ini terjadi kan? 

Membaca novel ini, saya berfikir bahwa akan ada sekuel buku selanjutnya karena Lan Fang sangat menggantungkan cerita. Tidak ada penyelesaian tuntas dalam ceitanya. Sebagai pembaca, saya ingin tahu apakah Ari dan Raffi sudah beristri? Bagaimana cerita Ari selanjutnya? Bagiamana kisah cinta Fung Lin dan Raffi? Bagiaman nasib Anto, kekasih Fun Ling saat dia kuliah? Berpegang pada kenyataan bahwa Lan Fang sudah tidak ada di dunia ini, akhir cerita novel Lan Fang pun terasa menggantung selamanya. 

Saya sempat heran, mengapa Lan Fang menyusupkan sebuah cerita novel dalam novelnya. Membaca novel Lan Fang membuat saya berfikir ada novel di dalam novel. Novel dalam novel ini bercerita tentang seorang buruh migran di Singapura. Bila dalam novelnya Lan Fang menggantung akhir ceritanya, di dalam bakal Novel Fun Ling ini Lan Fang benar-benar memberikan ending yang manis. 

Bagi Lan Fang, segala sesuatu di dunia ini adalah kebetulan yang bukan kebetulan. Bahkan, buku yang sampai di tangan pembaca pun adalah sesuatu yang kebetulan. Saya merasa meninggalnya Lan Fang karena sakit pun adalah kebetulan yang bukan kebetulan. Pada hakikatnya sesuatu yang kebetulan itu sudah diatur oleh Tuhan Sang Penguasa Alam karena itu tak akan pernah ada yang kebetulan di dunia ini. Bahkan ketika saya menulis book review ini, mungkin ini juga adalah sebuah kebetulan yang bukan kebetulan.

Alfanita Zuraida

Games Rangking Satu

Picture taken from: berita.upi.edu

Games merupakan salah satu kegiatan pembelajaran paling menarik untuk semua orang, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa sekalipun. Tak ada orang yang tak tertarik dengan games

Sebagai guru, tentunya kita dituntut untuk menguasai beberapa games untuk menunjang proses pembelajaran. Games tersebut harus disesuaikan dengan level serta kondisi masing-masing siswa. 

Salah satu games yang sering saya gunakan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas adalah games rangking satu. Games ini merupakan games adaptasi dari salah satu program Trans TV dengan judul yang sama. Games ini adalah games kelompok yang cocok digunakan untuk segala usia baik sekolah dasar, menengah, bahkan orang dewasa. 

Di televisi, setiap peserta diberi whiteboard kecil, marker, dan penghapus. Dalam penggunaan alat, guru dapat menyederhnakannya. Saya lebih suka menggunakan kertas HVS, pensil, dan karet penghapus sebagai gantinya. Menurut saya itu lebih murah, sederhana, dan mudah didapat. Kita tinggal meyediakan kertas HVS dan anak-anak membawa pensil dan penghapus.

Dalam games rangking satu sebenarnya, bila ada peserta yang salah menjawab, maka peserta harus keluar dari permainan. Karena ini adalah games pembelajaran, bila anak yang salah menjawab kemudian keluar, maka si anak tidak dapat mengetahui pertanyaan selanjutnya. Karena itu, saya memodifikasi games ini. Ada dua cara yang saya gunakan dalam memodifikasi peraturan games yang kini sudah tidak tayang ini.

Cara pertama, saya meyuruh anak yang salah menjawab untuk keluar dari barisan dan pindah ke sisi sebelah kanan, bila anak yang salah menjawab tadi menjawab benar dalam pertanyaan selanjutnya, si anak dapat kembali ke tempatnya. Kelebihan cara ini adalah anak dapat mengikuti setiap pertanyaan yang diajukan oleh guru, kelemahannya adalah kita tidak bisa melihat siapa yang paling unggul dalam permainan ini.

Cara kedua adalah menyuruh anak untuk menulis score mereka di pojok kanan atas kertas. Jadi peraturan permainan ini adalah ketika mereka benar menjawab mereka mendapatkan score satu dan bila mereka salah menjawab mereka tidak mendapatkan score.

Dalam cara ini anak –anak dilatih untuk menjadi jujur karena merekalah yang bertanggung jawab ata score yang mereka tulis. Di games ini, untuk mendapatkan pemenang, guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan sulit hanya satu dua anak dalam satu kelas saja yang dapat menjawab.

Banyak keuntungan games rangking satu yang bisa guru dam siswa dapatkan. Guru dapat memantau semua siswa dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, untuk memersiapkan games ini guru hanya melakukan kegiatan sederhana. Siswa juga akan lebih tertarik, termotivasi, dan senang sehingga topik yang disampaikan guru dapat diserap siswa dengan mudah. 

Jadi tidak ada salahnya bila kita mencoba untuk bermain games ini. Mungkin sebagai selingan terhadap pembelajaran yang kita lakukan di dalam kelas.

Alfanita Zuraida

Selasa, 07 Januari 2014

Sepeda dan Hidup


 
Picture taken from: kartumania.com
Waktu kecil, pernakah kita belajar mengayuh sepeda? Hampir semua pasti pernah. Bagaimana prosesnya? Kalau kita membayangkan hal ini pasti pikiran kita akan terbayang bagaimana orang tua kita memegangi sepeda kita, kita jatuh bangun dan terluka ketika belajar mengayuh sepeda roda dua kita.

Kemudian, pernakah kita menyesal atas jatuh bangun dan luka kita karena belajar bersepeda? Jawabanya pasti tidak. Karena berkat jatuh bangun dan luka itulah kita bisa bersepeda. Kini bayangan atas penderitaan kita bertahun-tahun yang lalu terbayar lunas, kita bisa bersepeda. Apa jadinya bila kita ketakutan atas luka akibat belajar sepeda? Mungkin kini kita hanya bisa menonoton orang lain bersepeda tanpa kita tahu bagaimana rasanya mengayuh sepeda.

Bukankah hidup juga seperti itu? Kita berusaha melewati berbagai rintangan dan hambatan sampai meraih apa yang kita inginkan. Kita jatuh, bangkit lagi, jatuh lagi, dan bangkit lagi sampai kita puas dengan kejatuhan dan luka yang tak pernah kita sesali. Itulah proses sampai kita meraih sebuah puncak kesuksesan. Ketika kita sukses, membayangkan penderitaan terasa manis, walaupun kenyataannya pahit tak terkira.

Apakah hidup sesederhana mengayuh sepeda? Tentu saja tidak. Hidup lebih rumit dari pada mengayuh sepda. Kita ingin, kita merasa mampu, tapi ditentang. Kita ingin tapi tidak mampu. Kita mampu tapi tidak ingin. Kita ingin tapi merasa tak mampu. Apakah itu kita? Mungkin iya.

Tapi apapun yang terjadi saya percaya dan harus percaya bahwa hidup harus berjalan seperti mengayuh sepda, tetap bergerak ke depan agar seimbang dan kita tidak jatuh. Apapun perubahan baik yang kita lakukan yang penting adalah berusaha maju sekecil apapun itu. Mungkin impian kita masih terlalu jauh, namun bila kita tidak berusaha, memaksa diri kita sekarang, impian itu tak akan pernah teraih. Mulai saat ini tetap berusaha, lakukan lompatan-lompatan dalam hidup agar kita mampu meraih impian kita suatu saat nanti. Mengayuh sepeda selalu kedepan agar cepat meraih tujuan, begitu juga hidup kita tetap berusaha untuk maju sampai suatu saat nanti tak terasa kita telah mencapai tujuan ini.

Alfanita Zuraida