Picture taken from: sepetaklangitku.blogspot.com |
Ini adalah kali pertama saya membaca
buku Lan Fang. Sebenarnya saya sudah mengetahui nama besar Lan Fang awal tahun
2012 ketika belajar Bahasa Indonesia di program KKT Unesa, namun saya belum
sempat membaca buku-bukunya. Buku berjudul Ciuman di Bawah Hujan ini ditemukan
Adik saya, Lucia Dwi Elvira di sekian banyak tumpukan buku murah di Royal
Plaza.
Dengan Rp 20.000, kami sudah bisa
membawa pulang karya penulis yang pernah berkunjung ke Pondok Pesantren Tebu Ireng
di Jombang, Jawa Timur ini. Sebenarnya ini bukan buku baru, buku ini terbit
sekitar tahun 2010. Kemungkinan karena sudah tiga tahun yang lalu terbit, buku
ini berada di rak buku yang didiskon.
Secara garis besar, membaca novel ini
membuat kita bisa membayangkan apa yang sedang diimajinasikan oleh sang penulis
dengan mudah. Lan Fang banyak mendeskripsikan suasana dalam cerita novelnya
ini. Cerita diawali oleh Fung Lin, tokoh utama, seorang wartawan yang
ditugaskan untuk melakukan wawancara tentang TKW di Hong Kong.
Setelah di Hong Kong ia tidak
menyadari bahwa sosok sederhana yang ia temui dalam sebuah seminar itu adalah
Ari, anggota DPR yang harus diwawancarainya. Setelah pertemuan pertama itu Fun
Ling dan Ari sering bertemu untuk membicarakan banyak hal. Hanya pada Arilah,
Fun Ling bisa bercerita tentang apa
saja.
Sejak pertama saya berfikir bahwa Fun
Ling dan Ari akan merenda kasih, tetapi tiba-tiba di tengah cerita, muncullah
tokoh Rafi, teman Ari yang juga anggota DPR yang suka dengan Fun Ling. Terus
terang saya merasa sedikit kecewa dengan hadirnya tokoh Raffi, karena seperti
tiba-tiba saja pikiran saya yang dari awal sudah berpihak pada Ari untuk
menjadi kekasih Fun Ling harus diajak untuk menerima tokoh lain.
Dalam novel terakhirnya ini, Lan Fang
banyak mengemukakan pemikirannya dalam bentuk analogi. Ia dengan cerita yang
sedikit aneh menganalogikan tikus dengan para koruptor. Di tengah cerita saya
tiba-tiba bingung dengan cerita tentang tikus ini. Awalnya seprti saya membaca
cerita nyata tetapi menginjak bagian ini terasa bahwa saya sedang membaca
cerita khayalan. Fun Ling diceritakan dikepung oleh banyak tikus di depot makan
tempat ia bekerja. Tikus-tikus itu sangat pintar sehingga Fun Ling harus
menggunakan beberapa trik untuk membunuh mereka yang menyebabkan depot
majikannya bangkrut. Ketika ia sudah hampir berhasil, tia-tiba saja tikus-tikus
sekarat itu bangun. Dengan dipimpin oleh sang ketua tikus yang disebut Ketua Dinar,
tiba-tiba saja mereka bersama-sama menyerang Fun Ling. Dalam cerita nyata kita
tidak bisa membayangkan hal ini terjadi kan?
Membaca novel ini, saya berfikir
bahwa akan ada sekuel buku selanjutnya karena Lan Fang sangat menggantungkan cerita.
Tidak ada penyelesaian tuntas dalam ceitanya. Sebagai pembaca, saya ingin tahu
apakah Ari dan Raffi sudah beristri? Bagaimana cerita Ari selanjutnya? Bagiamana
kisah cinta Fung Lin dan Raffi? Bagiaman nasib Anto, kekasih Fun Ling saat dia
kuliah? Berpegang pada kenyataan bahwa Lan Fang sudah tidak ada di dunia ini, akhir
cerita novel Lan Fang pun terasa menggantung selamanya.
Saya sempat heran, mengapa Lan Fang menyusupkan
sebuah cerita novel dalam novelnya. Membaca novel Lan Fang membuat saya
berfikir ada novel di dalam novel. Novel dalam novel ini bercerita tentang seorang
buruh migran di Singapura. Bila dalam novelnya Lan Fang menggantung akhir
ceritanya, di dalam bakal Novel Fun Ling ini Lan Fang benar-benar memberikan
ending yang manis.
Bagi Lan Fang, segala sesuatu di
dunia ini adalah kebetulan yang bukan kebetulan. Bahkan, buku yang sampai di
tangan pembaca pun adalah sesuatu yang kebetulan. Saya merasa meninggalnya Lan
Fang karena sakit pun adalah kebetulan yang bukan kebetulan. Pada hakikatnya
sesuatu yang kebetulan itu sudah diatur oleh Tuhan Sang Penguasa Alam karena
itu tak akan pernah ada yang kebetulan di dunia ini. Bahkan ketika saya menulis
book review ini, mungkin ini juga adalah
sebuah kebetulan yang bukan kebetulan.
Alfanita Zuraida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar