Foto ini bagus tapi tidak ada saya, karena tidak ada saya foto ini bagus :) |
Saya ke Bali pada akhir Oktober kemarin. Nah, seharusnya saya memposting tulisan tentang cerita perjalanan ke sana itu maksimal mungkin pada bulan November awal, tapi sekarang sudah bulan Desember akhir, berarti sudah terlambat yah? Hihihi. Ini karena saya terlalu bersemangat mengupload tulisan dan foto Bimbel saya di blog, jadi baru sekarang saya sok-sokan punya waktu untuk menulis cerita perjalanan ke Bali.
Perjalanan ini bukan pertama kalinya saya ke Bali. Saya
hitung sudah tiga kali (dengan ini) saya bepergian ke Bali, dan semuanya dalam
rangka wisata. Pertama kali ke Bali ketika saya masih SMP kelas III (dulu masih
pake kelas III bukan IX ), saat SMA kelas III (ini juga masih sama, saya dulu
tak sempat ikut KBK), dan yang ini, saya ke Bali bersama teman-teman Humas
Unesa. Awalnya saya sempat ragu untuk ikut karena beberapa alasan. Saya
kemudian sharing dengan dua orang
teman, dan dua-duanya menyuruh saya ikut saja. Akhirnya, saya berangkat ke Bali
lagi heheh. Tirta bilang pada saya bahwa ini juga adalah ketiga kalinya dia ke
Bali. Gadis berkerudung yang hobbi belanja buku (tapi jarang dibaca sampai
habis) ini bilang kalau ke empat kali ke Bali dia akan bersama suaminya. Aamiin
ya Rab.
Pas ke Bali ini anak-anak berkumpul di Humas Unesa Ketintang.
Sebenarnya dari rumah, saya mau membawa motor saja, lebih hemat dan praktis
dari pada bawa mobil karena harus bayar bensin dan sopir (kalau dibayari Ibu
sih nggak papa, ini saya bayar sendiri karena acara saya hahah), tapi karena
koper yang saya bawa lumayan besar plus barang printilan lain dan saya juga harus
menjemput Tirta yang saya yakin
barangnya lebih heboh dari saya (ternyata hanya bawa satu koper besar)
akhirnya saya memutuskan opsi yang kedua, bawa mobil.
Di Humas Unesa ternyata sudah banyak anak-anak yang
berkumpul. Alhamdulillah, reporter lama banyak yang ikut, ada temannya senior
lumayanlah. I’m not good in interacting
with new people. Sebelum berangkat shalat Ashar dulu, semoga perjalanan
dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah SWT. Busnya ternyata parkir di dekat
Perpustakaan Unesa, jadi kami semua khususnya cewek-cewek harus mengangkat
koper dan barang printilan lainnya ke sana. Cukup berat dan menyengsarakan,
untung ada Rio, anaknya bu Upik yang masih kelas 1 SD bisa saya minta tolongi
untuk membawakan boneka leher saya. Dia mau lhoooo hahah, memanfaatkan anak
kecil yang lugu, sungguh berdosa.
Di bus, saya duduk sebangku dengan Tirta. Di belakang saya
ada Novi Indah Riani dan Ema Septiana (Dalam cerita selanjutnya ternyata kita akan
menjadi Empat Sekawan menurut versi kita dan Empat Semprul, menurut Mas Bayu).
Sebenarnya kursi sudah ditata dengan nama anaknya tapi kami berhasil melobi
Adek reporter baru, jadi saya bisa duduk berdua dengan Tirta dan Novi bisa
duduk dengan Ema. Sebenarnya Tirta mau pindah tempat duduk di sebelah Ema dan
Novi, jadi kita bisa berbicara berempat, tapi karena rempong dan tidak ada yang
mau ditukari karena sudah pada duduk (istilah Jawanya ndele bokong) jadi kita tetap di tempat semula.
Kami berangkat hari Kamis pukul 16.30 dari Unesa. Seperti dua
perjalanan sebelumnya, kami akan meyeberang di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi
menuju ke pelabuhan Gilimanuk, Bali. Sepanjang
perjalanan saya dan Tirta tidur, kami baru bangun pas melewati Paragon, itu
PLTU ya? tempatnya yang banyak lampunya pas malam indah banget. Saya
dibangunkan Tirta. Setelah itu, akhirnya terjadilah sesi curhat antara saya dan
Tirta. Hahaha. Sudah jadi kebiasaan, kalau ketemu mesti curhat. Sebelum kita ke
palabuhan Ketapang, rombongan makan dulu di sebuah rumah makan namanya Tongas,
Probolinggo. Di sini, kami juga menyempatkan diri untuk menjama’ shalat Maghrib
dan Isya’.
Saya lupa pukul berapa saya sampai di pelabuhan Ketapang. Pas
bus mau masuk kapal kita ke kamar mandi sebentar, dan sepertinya antriannya
busnya lama jadi anak-anak pada turun dan ngobrol-ngobrol di luar. Setelah sekian
lama di luar, empat sekawan pun segera naik bus, setelah kami naik bus ternyata
bus melaju menuju kapal padahal anak-anak banyak yang masih di luar. Dalam hati
saya bersyukur sudah masuk ke dalam bus karena saya malas kalau disuruh jalan kaki
heheheh. Ternyata, nasib baik belum berpihak pada saya. Rasa hati ingin
menikmati udara malam di kapal, lha kok ternyata pintu bus tidak bisa dibuka
karena didempet dua bus lain. Hahaha. Ya sudahlah, akhirnya kita hanya
tidur-tiduran, cerita-cerita, dan makan-makan di bus.
Hari Pertama di Bali
Kita sampai di pulau dewata pukul 04.30 WITA, menurut saya sih
sudah waktunya shalat subuh, jadi saya dan Tirta segera shalat shubuh dengan
tayamum. Tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat karena Allah memberikan
banyak kemudahan dalam ibadah ini. Sebenarnya rencananya rombongan kami akan
mampir dulu ke sebuah rumah makan untuk mandi kemudian baru ke pantai Lovina. Tujuan
kita ke pantai Lovina adalah melihat lumba-lumba di tengah laut. Dan
lumba-lumba muncul sebelum pukul 07.00 pagi. Karena takut terlambat melihat
lumba-lumba akhirnya kami segera meluncur ke pantai Lovina.
In Lovina Beach, after seeing dolphins |
Di pantai Lovina (dengan muka kusut belum mandi), akhirnya
kami berempat naik kapal menuju ke tengah laut untuk melihat lumba-lumba. Satu
orang dikenakan biaya Rp 60.000. Banyak yang mengira jumlah Rp 60.000 itu untuk
satu kapal, tapi ternyata Rp 60.000 itu untuk satu penumpang yah hehehe. Tapi
kalau dipikir-pikir nggak mungkin juga satu kapal Rp 60.000 karena jarak antara
pantai dan lautnya sangat jauh (saya tidak pintar menghitung berapa meter
pokoknya jauh heheh maklum anak Bahasa) dan si Belinya mati-matian mencarikan
kita lumba-lumba yang sedang berenang. Si Beli langsung melarikan kapalnya ke
arah lumba-lumba yang sedang berenang bila ada yang muncul ke permukaan.
Ini mungkin pertama kalinya bagi kita berempat untuk melihat
lumba-lumba di tengah laut. Jadi setiap ada lumba-lumba yang meluncur sedikit
ke atas kita langsung heboh berteriak-teriak
hahah. Sungguh ndeso. Di
kanan-kiri kita melihat banyak turis asing, tanpa malu kita melambaikan tangan
pada mereka. Hahaha. Ternyata dibalas lambaian tangan kita. Kira-kira satu
setengah jaman kita berputar-putar di tengah laut mencari lumba-lumba, kita
kembali. Sebenarnya, kalau menurut saya pribadi, saya kurang puas menyaksikan
aksi lumba-lumba. Kita hanya puas berputar-putar dan mengejar si lumba-lumba.
Saya sempat searching di google
tentang pantai Lovina sebelumnya, dan yang keluar adalah gambar dua lumba-lumba
yang meluncur tinggi di atas permukaan, sungguh apik, namun sayang pada
kenyataannya saya tidak menyaksikan adegan ini. Hanya lumba-lumba yang
memunculkan badannya sedikit di air. Mungkin si lumba-lumba malu kali ya karena
banyak yang mau menontonnya, maklum mereka bukan artis lumba-lumba seperti di
pertunjukkan hehe.
Setelah mandi, tujuan wisata selanjutnya adalah Bedugul.
Sekedar pengumuman, hanya sebagian kecil dari kita yang mandi karena kamar
mandi yang layak untuk mandi hanya ada dua dan tempatnya tersembunyi. Kita
tahunya diberi tahu beli pemandu wisata yang saya lupa namanya. Maaf yah Beli.
Pas anak-anak makan, kita mandi. Jadi, kita tidak sempat makan karena Ibu
pendamping travel tidak mengijinkan kita makan di bus karena takut bau, tapi
untung ada pudak yang dibagikan, lumayan untuk pengganjal perut.
Setelah tiba di Bedugul, hal pertama yang harus kita lakukan
adalah makan karena perut sudah lapar. Kita segera mencari tempat dan makan.
Setelah makan, kita pun berkeliling melihat apa saja yang ada di bedugul. Saya
lupa-lupa ingat apa saja yang ada di Bedugul ini karena sudah sekian tahun
tidak ke sini. Tapi pemandangan di Bedugul bagus banget, saya lihat ada
beberapa pasangan yang melakukan prewedding
di sini. Saya juga tidak lupa berfoto, foto dengan empat sekawan dan anak-anak
reporter Humas Unesa. Saya belum bisa upload
lengkap dengan foto-fotonya yah karena belum sempat ke Humas Unesa untuk ngopy
foto atau juga minta foto ke Tirta. Saya bawa kamera, tapi pas ke Bali, saya
lebih sering minta foto sama anak-anak, males ngeluarin kamera hehe.
In Bedugul |
Capek jalan2 |
Sok Imut semua haha |
Tirta n Me |
Kita masih foto-foto pas anak-anak cowok ke masjid. Dari ujung Bedugul ke ujungnya lagi kita foto-foto terus. Pas kita foto-foto di paling ujung Bedugul, ada bule ganteng dan baik yang menawarkan diri untuk mengambil gambar kita berempat. Setelah si bule cowok itu pergi, kita foto-foto lagi, dan selanjutnya ada bule cewek yang menawarkan diri untuk jadi fotografrer. Baik-baik yah bule di Bedugul ini. Thank you Sir, Thank you Miss!
Karena hari itu adalah hari Jumat, maka anak-anak cowok pada
shalat Jumat di masjid. Masjidnya namanya
masjid Al-Hidayah. Masjid ini letaknya di atas bukit atau apa namanya.
Jadi untuk menuju ke sana kita harus melewati anak tangga yang menanjak.
Subhanallah, pemandangan di atas sangat indah. Pas nyampe di atas anak-anak
cowok sudah selesai shalat semua, tinggal kita berempat yang akan menjama’
shalat Dhuhur dan Ashar. Sebelum shalat tentu saja foto-foto dulu bersama anak-anak
(Cuma kita berempat yang cewek). Setelah foto, kita cepat-cepat ke tempat
wudhu. Kita masih santai-santai, bahkan pas wudhu kita masih sempat ngobrol dan
bercanda. Pikiran kita “Kita nyampe duluan, jadi tidak perlu tergesa-gesa,
paling habis ini anak-anak cewek pada nyusul”.
Sampai selesai shalat ternyata anak-anak cewek pada nggak
muncul, ya sudahlah kita langsung kembali ke bus. Di depan parkiran Bus, sudah
ada si Zain yang menunggu kita. Ada apa? Kok hati saya tidak enak pake acara di
jemput segala? ternyata orang-orang semua sudah pada kumpul di bus, dan mereka
menunggu kita. Oh no. Sesampainya di
bus, orang-orang pada marah-marah karena keterlambatan kita. Nah gara-gara kita
telat inilah kita dipanggil Empat Semprul sama siapa lagi kalau bukan Mas Bayu.
Bukan seratus persen salah kita kali hahah (membela diri). Kita khan hanya
shalat, menjalankan perintahNya. Tapi kita juga ngerasa bersalah juga karena
karena jadwal yang terlambat akhirnya kita tidak jadi ke pantai Kute. Tapi
kalau dilihat sih memang jadwalnya tidak disesuaikan pada hari itu. Jadwal kita
meninggalkan Bedugul adalah pukul 11.00 WITA sedangkan anak-anak cowok pada
selesai shalat itu jam 12.00 WITA. Kita kembali ke bus setelah shalat pukul
12.30 WITA. Jadi pada dasarnya rombongan kita memang sudah terlambat satu jam,
dan kita berempat menambah keterlambatan setengah jam. Okay. Clear yah.
Our pose in a mosque in Bedugul |
Setelah Bedugul perjalanan selanjutnya adalah Joger. Dari
rumah si Lucia Dwi Elvira (LDE) sudah nitip kaos Joger. Saya juga mau beli
hehehe. Di Joger, kalau saya bilang, barang-barang apalagi kaos dan sandalnya
memang bagus-bagus, setaralah apa yang kita keluarkan dengan apa yang kita
dapatkan. Saya itu paling bingung pas milih-milih kaos, si LDE minta kaos warna
putih dan di Jogger itu banyak kaos warna putih. Dari pada pusing saya ambil
tiga kaos, saya pilih satu yang paling bagus, beres, tinggal pilih kaos buat
saya. Saya malas kalau harus warna putih, dan saya lihat ada warna krem yang
lucu, ya udah ambil aja. Bayar. Beres deh.
Setelah itu saya coba-coba lihat sandal, ada sandal jepit
lucu hitam yang harganya Cuma Rp 19.000. Intinya saya bukan suka sama sandal
jepitnya tapi sama tulisan “Joger” warna putih yang ada di talinya itu hahah.
Kalau sandal jepit dimana-mana ada tapi yang ada tulisan “Jogger” yah cuma ada
di sini. Di atas, saya bersama Ema. Ema tasnya sudah penuh dengan barang
belanjaan. Ampun deh nih anak kalau belanja, beliin siapa ajah sih girl. Ternyata yang paling rekor belanja
di Joger adalah Novi karena semua Ibu dan adek-adeknya hanya mau oleh-oleh dari
Jogger hahah, nggak mau yang lain. Mungkin satu rombongan hanya dia yang paling
banyak menghabiskan uang untuk belanja di Joger. Benar-benar cinta keluarga
sekali. Kalau Tirta, pasti juga belanja tapi kayaknya sih dia tidak khilaf
hahah. Pokoknya sepertinya empat sekawan memang cocok, suka belanja tapi dalam
kadar yang berbeda. The best shoppaholic
girl is Ema. Dimanapun, ke tempat rekreasi di Bali, dia pasti beli
oleh-oleh.
Di Joger ini juga ada yang menjual makanan oleh-oleh khas
Bali, letaknya ada di sebelahnya pas (masih termasuk Joger juga). Sebelum saya
ke Bali, si LDE, Adik saya pernah dioleh-olehin temannya yang asli Bali pie dan
pas saya makan enak banget. Jadinya,
salah satu oleh-oleh yang wajib saya beli adalah pie Bali. Saya sempat bingung
milih yang mana karena banyak pilihannya. Maksud saya mau milih yang persis
dioleh-olehin temannya Adek, tapi pada beda semua pienya. Di situ pienya
besar-besar, sedangkan yang dioleh-olehin Adek bentuknya agak kecil.
Dari Joger kita langsung menuju hotel namanya Grand Park
Hotel namanya. Untunglah kita berempat sekamar. Kalau nggak pasti kita harus
ngelobi-ngelobi lagi. We shouted “horrey”
when Zain told us (Empat Sekawan) that we’re in the same room. Hotelnya
cukup bagus kalau dibandingkan dua hotel yang pernah saya kunjungi sebelumnya.
Pas buka pintu terus lihat kamarnya. Subhanallah.
Alhamdulillah, bagus dan nyaman. Kita langsung tiduran di atas bednya. Setelah tiduran, anak-anak pada
beres-beres baju, sandal, dan lain-lain. Setelah itu, kami langsung antri
mandi. Kamar mandinya bersih, ada shower air hangat lagi. Maknyus deh.
Setelah isyak, sepertinya ada acara gathering keluarga besar Humas Unesa. Di kamar, dari luar kita
mendengar suara ribut-ribut. Setelah shalat Isya’ kita langsung keluar
cepat-cepat, takut terlambat lagi seperti di Bedugul tadi. Tapi ternyata? Masih
sepi dan kita adalah orang-orang pertama yang mengambil makan malam. Oh no. Feeling kita memang nggak pernah bener. Baru setelah beberapa lama,
anak-anak dan staff Humas Unesa mulai muncul satu-satu dengan wajah yang segar
(Ya iyalah habis mandi semua). Nah, kalau gini khan kelihatan cantik dan
gantengnya hihihi.
Acara gahteringnya
seru sih, kita bertiga (minus Ema) ada dalam satu kelompok. Ema satu kelompok
sama Ibu-Ibu hehehe. Lomba pertama adalah lomba yel-yel. Kita disuruh bikin yel-yel trus disuruh
mempertunjukkan di depan anak-anak Humas gitu. Aku, Novi, Tirta, Putri yang
satu kelompok bingung bikin yel-yel apa. Aku ingat kalau aku punya yel-yel buat
anak les yang biasa diucapkan sebelum masuk kelas. Jadilah, akhirnya kita pakai
tuh yel-yel. Hahaha pas di depan nggak kompak blas. Kayaknya yang kelompoknya
Ibu-ibu itu yang lebih heboh dari kelompok kita. Kelompok terbaik lomba yel-yel
kalau nggak salah sih diraih oleh kelompoknya Mas Yoyo. Pas berangkat kita
disuruh bawa kado seharga Rp 10.000 dibungkus koran, nah yang menang inilah
yang berhak untuk mengambil kado duluan.
Setelah lomba yel-yel ternyata ada lomba nyanyi. Oh ya, ada
biduanita asal Bali yang juga diundang untuk memeriahkan acara, namanya mbak
Vivi (jadi ingat mbak Vivi temanku). Setelah bernyanyi, satu kelompok bisa
mengambil kado lagi, untuk yang belum menganbil kado. Nah, dimulailah kita
mencari lagu. Rempong banget. Berkali-kali ganti lagu, gara-gara usulannya
Tirta. Pas latihan, satu lagu udah mau selesai, eh dia minta ganti. Terus
terang, saya kalau masalah perfom
yang dadakan kayak gini tuh aku nggak bisa. Dulu pernah ikut drama dan jadi
peran utama di mata kuliah Drama, tapi latihannya berkali-kali, itu pun dengan
adegan bernyanyi yang tidak berhasil karena pas aku nyanyi anak-anak kelasku
pada ketawa semua hahaha. Apalagi Virma bilang kalau inti drama ini adalah
nyanyianku. Hahaha. Sumpah nggak Bulek. Akhirnya dipilihlah lagu Ayu Ting-Ting
Sik Asik. Kenapa pas waktu itu saya mau ya? Padahal kalau dilihat, ditelaah,
dan dianalisis lebih lanjut saya nggak bakalan mau hahahha. Sudahlah, hanya
untuk seru-seruan, dan itu adalah untuk pertama dan terakhir. Saya lihat
teman-teman yang lain juga pada seru-seruan dan gila-gilaan di acara ini.
Hahaha.
Mungkin acara gatheringnya ini sampai jam 22.30 WITA kali
yah, saya agak lupa. Di jam itu kita berempat sudah ada di dalam kamar, antri
ke kamar mandi, dan ke tempat tidur (belum mau tidur). Sambil tiduran, kita
mulai bercanda-canda sambil tertawa. Oh, saya tidak tahu kalau suara kita
berempat yang lagi bercanda dan tertawa sampai ke bawah. Tahunya pas pagi ketemu
Ibu travel (heran, saya akrab, tapi lupa tanya nama Ibu ini, maaf ya Bu).
Katanya suara kita sampai ke bawah, dan si Ibu mengenali suara-suara itu
sebagai suara kita berempat. Jadi tidak enak, nggak bagus juga kalau anak cewek
ketata-tawa dan bercanda sampai kayak gitu. Akhirnya karena kecapekan, kita
berempat terlelap sendiri.
Hari Kedua di Bali
Perjalanan hari kedua dimulai dengan keterlambatan kita.
Lagi. Tapi sungguh ini bukan 100 persen salah kita. Kita melihat jadwal kalau
sarapan dimulai pukul 08.00 WITA. Jadi, kita berempat sudah bersiap-siap
sebelum jam itu. Hal terlama yang kita lakukan adalah dandan dan berkerudung,
tapi kita masih santai karena di jadwal sarapan pukul 08.00 WITA (waktu ntu
masih menunjukkan 07.35 WITA kalo nggak salah). Tiba-tiba pintu diketuk
seseorang dari luar. Teryata mas Bayu yang meyuruh kita cepat-cepat karena
ternyata hanya kita berempat yang belum sarapan. Heran deh selalu. Pas kita cepat-cepat
dikira terlambat ternyatata kita yang duluan. Pas kita kira kita bakal duluan
ternyata kita terlambat hahha. Lagi, feeling
kita memang tidak pernah benar. Jadilah kita makan seperti di MOS atau OSPEK,
cepat-cepat, tiga kali kunyah langsung telan. Maknyus deh. Tapi sebagai
catatan, dari awal sampe akhir makanannya enak-enak hehehe. Tambah endut plus
tambah item habis dari Bali.
Pusat oleh-oleh khas Bali, Kresna adalah tujuan pertama
wisata hari kedua. Kresna yang saya datangi sepertinya adalah tempat yang sama
dengan enam tahun yang lalu, tetapi sepertinya banyak yang berubah. Di tempat
ini harganya lebih terjangkau dari pada di Joger. Di sini saya membeli beberapa
jajanan Bali untuk teman-teman guru di sekolah (karena pasti nanti ditagih
oleh-oleh), gantungan kunci untuk teman-teman guru di AMECC, dan kalender
bentuk matahari yang lucu untuk media pembelajaran murid-murid saya. Saya
sedikit menyesal mengapa tidak belanja banyak di sini(karena lebih memilih
belanja di Sukowati) karena menurut saya barang yang ada di Kresna lebih bagus
kualitasnya daripada di Sukowati. Saya juga tidak jago menawar. Yah, menyesal
memang tidak pernah di depan.
Tujuan wisata kedua adalah Tanjung benoa, sengaja pakai
celana supaya nanti pas di sana bisa main paraseling. Khan nggak lucu kalau
main paraseling pake rok, tidak usah dibayangkan hahaha. Ternyata pas di
Tanjung Benoa, yang ada cuma wisata ke pulau penyu sama banana boat. Kalau
banana boat udah nggak mungkin, dari rumah sudah diwanti-wanti sama Ibuk supaya
nggak main kayak gitu, main air maksudnya. Makanya dari awal saya mau
paraseling, khan Ibu bilang nggak boleh main di air, bukan main di udara
hahaha. Tapi nasib baik belum berpihak pada saya karena kata Ibu-ibu yang
nawarin paket wisata di Tanjung Benoa, paraseling masih belum ada, lupa karena
apa. Pokoknya intinya nggak ada. Oh no.
Ya udah dari pada saya bengong Cuma duduk-duduk aja, saya ikut wisata ke pulau
penyu sama Ibu-Ibu, Abel (cucunya Ibu Travel), dan Pak Totok. Sebenarnya saya
sudah pernah ke pulau penyu pas SMA sama teman-teman sekelas yang gokil abis
dan saya ingat pas waktu itu seruuuuu sekali pas ke sini, dan sekarang kedua
kali saya ke sini, bersama Ibu-Ibu, Bapak, dan Adek. Hups, nikmatin ajah.
Untuk sampai ke pulau Penyu kita harus naik boat. Pada waktu
di boat, kita bisa melihat kehidupan bawah laut melalui kaca yanga ada di tengah
boat. Kita juga bisa memberikan makan ikan-ikan dengan roti yang kita bawa dari
Ibu-ibu sang penwar jasa ke pulau penyu. Kalau melihat alam bawah laut seperti
itu, Subhanallah, Allah Maha Besar,
nggak ada yang bisa menandingi ciptaan Allah. Manusia sejenius apapun. Saya
juga membayangkan kalau tib-tiba kapal tenggelam, siapa yang akan menolong
saya, nggak pake pelampung lagi. Ih ngeri, nggak usah dibayangkan.
Di pulau Penyu, tak seperti yang saya bayangkan, masih sangat
sederhana sekali. Saya kira setelah beberapa tahun tidak ke sini, kawasan
wisata ini akan menjelma menjadi kawasan wisata yang indah. Namun sayang,
pengelola masih belum mengoptimalkan kawasan ini sebagai salah satu destinasi
wisata, kalau saja kawasan wisata ini diperbaiki dan dibuat indah dan sedap
dipandang, lebih banyak lagi wisatawan yang mau berkunjung ke sana. Logikanya,
kondisinya seperti ini saja banyak wisatawan, baik lokal atau asing yang datang,
bagaimana bila kawasan ini diubah menjadi wisata yang indah, pasti lebih banyak
yang datang kan? Di pulau penyu ini kita diwajibkan membayar Rp 5.000 yang
diperuntukkan untuk perawatan hewan-hewan di sini. Di sini Kita bisa melihat penyu,
landak, dan ada ular-ular yang bisa diajak berfoto. Tapi terima kasih, saya
takut ular.
Saudara-saudara, setelah saya kembali ke Tanjung Benoa dari
pulau Penyu, saya melihat cewek sedang main paraselin. Oh no. Kenapa? Kenapa? kalau saya harus memilih saya memilih
paraseling 100 ribu tapi saya dapat pengalaman baru dari pada 50 ribu dengan
pengalaman yang sama seperti kedua kali saya ke sini. Saya sangat menyesal. Andai
kata saya lebih sabar? Andai saja saya tidak ikut ke pulau Penyu, pasti saya
bisa main paraseling. Lagi, meyesal memang tidak pernah di awal. Sudahlah.
Sekarang saya bingung, baju saya kotor dan basah kena cipratan air penyu.
Gimana kalau mau shalat, nggak bawa baju ganti. Yah terpaksa pake baju ini.
Yang penting niatnya.
Tujuan wisata selanjutnya
adalah Garuda Wisnu Kencana alias GWK. Pertanyaan saya, nih patung secara utuh
bagian-bagiannya tuh kapan sih? Perasaan dari saya SMA tahun 2006 sampai 2013,
patung Garuda Wisnu Kencana belum jadi secara utuh. Yah bagian-bagian itu saja.
Sama. Yang pernah saya baca, bila semua bagian-bagiannya disatukan maka patung
buatan pematung Bali, I Nyoman Nuarta ini akan mengalahkan patung Liberti di
Amerika. Well, let’s see. Patung ini
adalah perwujudan dari Dewa Wisnu, saya ingat dulu sejarah di SD, dewa ini
termasuk dewa pemelihara yang sedang mengendarai burung garuda. Berdasarkan
wikipedia, Tokoh Garuda dapat dilihat di kisah Garuda & Kerajaannya
yang berkisah mengenai rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda untuk
menyelamatkan ibunya dari perbudakan yang akhirnya dilindungi oleh Dewa Wisnu.
Setelah menikmati patung GWK, sekarang waktunya ke Nusa Dua
untuk melihat Devdan, pertunjukkan budaya. Kita ke sana ituh kira-kira kalo
nggak salah jam 15.00 WITA, jadi waktunya tuh masih panjang sekali, jadi kita
jalan-jalan ke pantai Nusa Dua. Kalau saya melihat pantai Nusa Dua ini
sepertinya kawasan ekslusif. Ini adalah pertama kali saya ke Nusa Dua, sebelumnya
saya hanya mendengar namanya saja heheh. Banyak kegiatan nasional atau
internasional yang dilakukan di sini. Pantai Nusa Dua sangat bagus dan indah,
airnya masih jernih, saya melihat ikan berenang sakinga jernihnya. Sayang,
kalau saya bawa baju ganti dan ada tempat tertutup buat berenang ralat bermain
air (saya tidak bisa berenang) saya pasti sudah nyemplung. Tapi saya tidak mau
masuk angin. Jadi saya hanya bermain di tepi pantainya saja.
Pukul 18.30 pertunjukan Devdan dimulai. Ceritanya, ada dua
anak kecil yang terpisah dari rombongan,mereka kemudian menemukan harta karun.
Nah ternyata harta karun ini adalah benda-benda khas nusantara. Saat mereka
mengambil iket muncul tarian Bali dan kebudayaannya, begitu juga ketika
mengambil songket, blangkon dan benda nusantara lainnya, akan muncul
pertunjukan asal daerah tersebut. Pertunjukan Devdan ini membuat saya sangat
terpukau, sungguh memesona. Ada juga hip-hopnya lho. Mungkin perlu satu bagian
khusus untuk membahas pertunjukkan ini.
Overall, pertunjukkannya sangat menghibur.
Namun, saya sempat shock dan teriak-teriak pas adegan monyet muncul. Monyetnya
tiba-tiba saja datang pada saya dengan mata yang berkedip-kedip. Oh no. Saya takut sekali, segera pegang
tangannya Tirta saking takutnya, Hih. Walaupun pertunjukkan ini sangat bagus,
tapi tak banyak kursi yang terisi. Dalam satu balroom mungkin hanya
seperempatnya saja yang terisi, mungkin karena mahalnya tiket kali yah. Sesuatu
yang ekslusif pasti mahal dan tidak semua orang bisa melihat. That’s the point. Kalau Apple harganya murah, orang-orang pasti
nggak bakalan bilang kalau yang punya Apple itu wow. Kira-kira begitulah
pikiran saya.
Hari ketiga di Bali dibuka dengan ketepatan waktu kita. Yey yeyeh.
Akhirnya kita in time, Hahaha. Sempat
kepikiran buat ngerjain Mas Bayu. Jadi, kita sarapan, balik lagi ke kamar terus
pura-pura telat. Hahha.Tapi nggak jadi, buat apa juga. Berdosa, menzolimi sunbae alias senior. Momen sarapan
paling enak adalah sarapan dengan waktu yang lapang, tanpa tergesa-gesa. Semua
orang sepertinya surprised karena
kita yang paling pagi datang sarapan Hahaha. Pak Yatno bahkan bilang kalau
beliau sempat khawatir kalo kita berempat terutama Tirta bakalan dateng telat.
Tapi untunglah kita bertiga sudah sigap. Kita sudah sms Tirta jam 04.00 pagi.
Menyuruh dia langsung pulang ke hotel. Jadilah pagi jam seteangah enam Tirta
sudah ada di depan hotel diantar Fahim. Anak yang baik, udah dimandiin lagi
sama Fahim hahaha.
Jadi tujuan pertama hari terakhir ini adalah melihat tari
barong. Tempat dan cerita yang ditampilkan hampir sama seperti pada waktu SMA
dulu. Serasa de javu di tempat ini.
Pas saya lihat ceritanya, masih tetap lucu tapi sama seperti dulu. Nggak ada yang
berubah. Lagi-lagi saya berimajinasi kembali. Andaikata tempatnya ini lebih
bagus, didesain dengan lebih indah namun tetap menonjolkan sisi tradisionalnya,
pasti lebih banyak wisatawan yang datang (selalu bernaluri bisnis). Di sini,
empat sekawan tetap aja foto-foto, dimana-mana selalu berfoto. Pas pertunjukan
mau mulai, Tirta melihat ahjussi yang
kita temuai di GWK. Tirta bilang : Bule Koreanya itu kok udah tua yah mbak.
Saya bilang: jangan gitu, siapa tahu kita punya kesempatan untuk keliling dunia
pas umur segitu. Tirta bilang : Lhak mesti curhat. Hahaha. Selesai
pertunjukkan, kita foto-foto bersama barong di belakang. Fotonya gantian karena
tempatnya hanya muat untuk dua orang.
Foto sebelum tari Barong dimulai |
Setelah ke sini waktunya ke Centing Ayu. Nah, kalau di
Centing Ayu ini kita bisa melihat secara langsung orang-orang yang membuat pie
Bali. Selain pie, di Centing Ayu ini juga menjual banyak barang buah tangan.
Sebenarnya Centing Ayu ini sama dengan kresna, bedanya kita bisa melihat orang-orang
membuat pie secara langsung saja, ada diskonnya juga 5% dengan menggunakan kartu
diskon. Di sini barangnya lumayan bagus, saya membeli beberapa dompet untuk
teman-teman guru di Bimbel Bahasa Inggris ALFA yang sudah gantiin saya selama
saya ke Bali (thanks miss Lely, Miss Izza, and Miss Ruri), sama beli kipas buat
Ibu dan tante gue yang endel banget hahaha. Di Centing ayu ini juga ada tempat
buat shalat, tapi nggak terlalu bersih. Hello, nelangsanya shalat di Bali
(Shalat yang nyaman Cuma ada di bedugul), pas wudhu saya bahkan sempat agak
mual dan batuk-batuk gara-gara bau adonan pie. That’s okay lah. Disyukuri saja, masih ada tempat shalat. Nanti
kalau ke luar negeri bakalan lebih susah cari tempat shalat. Hehehe.
Selanjutnya adalah wisata belanja ke Sukowati. Selama di Sukowati
saya selalu bersama dengan empat sekawan. Jadi, kita nawar bareng. Tapi
akhirnya kita berpencar. Saya dengan Ema, dan Novi dengan Tirta. Semua pada
heboh belanja(terutama Ema). Pertama, Ema dan Novi beli mukena Bali yang
harganya Rp 70.000, nah saya sebenarnya mau Beli buat Putri tapi harganya
menurut saya masih mahal (walaupun begitu Ema beli dua hahha) setelah
puter-puter dan mendapatkan barang yang mau kita beli, saya bertemu dengan
putrinya pak Yatno yang juga membeli mukena di tempat yang sama tapi dengan
harga yang berbeda Rp 57.000 (pas kita beli mukena kita lihat putrinya pak
Yatno juga tapi kirain harganya bakalan sama). Akhirnya saya jadi beli mukena
buat Putri Rp 57.000. Ema meradang hahaha karena dia beli dua mukena dengan
harga Rp70.000 per mukena.
Ternyata putrinya Pak Yatno ini menggunakan bahasa Jawa dalam
menawar dan Ibunya juga berbaik hati menerima harga itu. Kalau yang penjual
mukenanya Ema, beliau pake bahasa Indonesia terus, ngomongnya pinter, dan tidak
bisa ditawar lagi (karena beliau bilangnya harga itu sudah murah). Tapi saya
yakin pas waktu itu Ema mikirnya harga itu juga sudah murah karena di online shop harga mukena Bali berkisar
antara Rp 100.000an belum termasuk ongkos kirim. Ya sudahlah, kita tidak
mungkin protes dan balik ke penjual lagi minta uang dikembalikan. Semoga ini
menjadi pelajaran untuk menawar dengan harga serendah-rendahnya untuk
mendapatkan barang sebanyak-banyaknya (Prinip menawar menurut guru Ekonomi dari
jurusan Bahasa Inggris hahaha). Sabar Ema.
And our last destiny is
Tanah Lot. Di Tanah Lot,
pas jalan ke tanah lotnya banyak orang jualan barang oleh-oleh, dan saya lihat
kualitasnya jauh lebih baik dari pada di Sukowati, begitu pula dengan harganya.
Banyak toko menawarkan harga pas atau harga promo yang menurut saya untuk
ukuran barang seperti itu sudah termasuk murah sekali. Saya dan Rio (Putra Mas
Yoyo) beli tas putih khas Bali di Sukowati harganya Rp 15.000 tapi di sana
harganya hanya Rp 10.000. Pas kita berdua lihat tas berharga Rp 10.000 itu
kayak gimana gitu, tapi si Rio bilang yah sudahlah tidak papa. Yah memang tidak
papa, emang mau kembali ke Sukowati. Kalau di Sukowati, para penjual pada
mempertahankan pembeli untuk membeli barang mereka tapi di sini, kalau harga
menurut mereka(penjual) tidak cocok, pembeli dibiarkan pergi begitu saja. Ingat
trik pembeli, pura-pura pergi supaya dipanggil kembali. Sayang trik itu tidak
berlaku di sini. Kalau pembeli pergi, penjual ogah memanggil mereka kembali.
Yang pergi biarlah pergi, akan ada seseorang yang kembali hahaha. Apaan sih.
In Tanah Lot |
Sebenarnya di Tanah Lot itu, ada pura di atas, tapi saya
tidak ke sana, takut, melawati air, anak-anak juga pada tidak ke sana. Di sini,
panas banget. Saya tidak bawa sun block,
topi, dan kacamata. Jadi ingat apa yang saya ajarkan pada anak-anak. Saya: What do you bring when going to the beach?
Anak-anak : I bring sun lotin, hat, and
sun glasses. Hello. Guru macam apa ini. Mengajarkan apa yang harus dibawa
tapi tidak dibawa. Parah, tidak boleh dicontoh.
Di sini, anak-anak pada foto-foto. Saya tidak kuat kalau
harus mengikuti Tirta dan Ema foto-foto, panas. Saya Cuma duduk di batu karang,
ngelihatin anak-anak foto-foto. Karena tidak kuat dengan panasnya akhirnya
saya, Siska, dan Zain mencari tempat berteduh. Kita berteduh di rerumputan
bareng ma Bapak dan Ibu travel juga dengan Abel, cucu ibunya. Oh ya Abel ini
anaknya cerdas lho, dia tahu binatang-binatang beracun yang ada di laut juga
cepat sekali menghafal jalan. Kalau dilihat dia seperti anak SMP atau SMA, tapi
jangan tertipu, dia masih SD kelas enam, badannya saja yang bongsor. Pas hari
Senin, ternyata dia mau ujian, jadi dia belajar materi lewat internet. Enaknya
anak sekarang, belajar lewat internet, saya dulu kalau mau ulangan dan harus
pergi, saya membawa buku paket yang tebal dan buku catatan. Zaman memang sudah
berubah yah.
Pas saya duduk-duduk bareng anak-anak, ada mbak-mbak yang
jualan jepit rambut. Sebenarnya saya sedang tidak butuh jepit rambut dan sejujurnya
juga tidak mau beli, buat apa beli jepit rambut dengan hiasan bunga-bunga yang
pasti saya lucu bila mengenakannya. Tapi saya lihat wajah mbaknya yang jualan
itu melas sekali, saya jadi tidak tega
dan beli Rp10.000. Di rumah, saya bingung mau diapakan jepit lucu-lucu itu,
akhirnya diberikan Ibu pada dua saudara sepupu saya yang masih TK, Puput dan
Sofi, mereka senang sekali dapat oleh-oleh, dari Bali lagi. Belum tahu mereka
kisah sebenarnya hahaha.
Akhirnya, kita sampai di Surabaya pukul 06.00 dan semua orang
langsung bekerja, sekolah, dan kuliah. Saya masih libur hahha kan saya ijinnya
dua hari, Jumat dan Senin. Yeyeyeh. Sempat diomelin Tirta karena saya telat
telfon supir jadi kita nunggu lama di Humas. Hahaha. Sampai jumpa teman-teman
Humas Unesa semua. Sampai jumpa dalam kesempatan yang lain. Selamat menjalankan
aktifitas kembali semua.
Alfanita Zuraida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar