Rasyida menyalurkan hak pilihnya dalam pemilihan ketua osis |
Pukul 23.00 WIB, saya sudah beranjak ingin tidur, tiba-tiba
ada sms masuk, dari Pak Dwi, teman guru di SMP tempat saya mengajar. Isi sms
itu membuat saya sangat terkejut. Rasyida Satria Perdana meninggal dunia malam
itu karena sakit. Innalillahiwainnailaihirojiun. Anak kecil berumur 13 tahun
yang penuh semangat telah berpulang ke Rahmatulloh.
Saya sedih. Sedih sekali. Mengapa harus dia. Anak yang lucu,
pintar, tidak merepotkan hati saya. Memang dia sedikit jahil, namun overall, dia anak yang baik dan pintar.
Dengan keterbatasan yang dia miliki, tak tampak minder atau rendah diri. Secara
fisik dia memang berbeda dengan teman-temannya. Tapi saya yakin, secara
intelektual, dia bisa mengimbangi bahkan mungkin di atas rata-rata teman
sekelasnya. Dengan modal kemampuan intelektual, usaha, semangat, dan dukungan
keluarga saya yakin anak ini pasti akan menjadi “sesuatu” suatu hari nanti.
Kini saya tidak akan mendengarkan dia lagi memanggil nama
saya. Saya tidak akan mendengar lagi teman-teman sekelasnya yang mengadu karena
kejahilannya. Saya juga tidak akan melihat lagi tulisan tangan yang hurufnya
sangat besar. Saya juga tidak akan lagi mendengar suaranya yang menanyakan
jadwal ECC.
Selamat jalan anakku. Semoga perjalananmu dalam menuntut ilmu
menjadi pemberat amal baikmu di akhirat. Semoga Ayah-Bundamu diberi ketabahan
luar biasa dalam melepas kepergianmu. Jasadmu memang telah tiada, namun senyum
dan prestasimu tetap ada dalam hati kami semua.
Alfanita Zuraida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar