Kelasnya Abi (Bukan nama sebenarnya) |
Kemarin saya upload artikel tentang karakteristik
anak-anak. Saya pikir saya sudah menguasai tentang karakteristik anak-anak,
tapi mungkin saya salah. Saya baru mengetahui karakteristik anak-anak secara
umum saja, belum karakter spesialnya. Jadi ceritanya, seperti biasa saya sore
ini mengajar anak kelas tiga SD. Secara umum, mereka pintar dan cerdas tapi
tingkahnya kadang bikin saya geleng-geleng kepala. Ada saja, kadang saya pusing
dibuatnya. Contohnya kalau bertanya sampai ke akar-akarnya (ini namanya cerdas
apa godain gurunya sih?), suka manjat-manjat tangga, suka lari-lari dan
berkelahi di ruang tamu(dikiranya ruang tamu itu arena sumo), dan yang terakhir
adalah suka menirukan suara saya yang merdu ini hahahha (tabok).
Setiap tahun ajaran baru pasti ada yang namanya anak
baru dong, nah nih ada anak baru, panggil saja namanya Abi. Menurut keterangan
dari Ibunya, si Abi ini anak yang aktif dan banyak tingkahnya. Saya sih bilang
dalam hati “Saya pasti bisa menaklukkannya hahah”. Ternyata awal-awal pikiran
saya memang benar. Dia tidak terlalu banyak tingkah, cenderung manis dan pintar
di kelas. Hanya kalau pulang saya harus ekstra menjaganya karena ternyata
diluar kelas tingkah aktifnya sedikit kambuh.
Okay, jadi ceritanya pas sore itu, sore sebelum
kejadian yang bikin tangan saya sakit, orang Gresik bilang kemeng, ada anak
namanya Silvi (teman sekelasnya) yang bilang bahwa Abi Bapak-bapak karena
memakai baju batik. Terus mereka kejar-kejaran, ketawa-tawa. Seingat saya pas waktu
itu ada adegan Abi pura-pura pukul Silvi tapi kayaknya sih cuma bercanda. Nah
pas di hari yang lain, Silvi bilang pada teman-temannya di kelas tiga kalau si
Abi itu kayak Bapak-bapak. Nah, di sini nih adegan ini dimulai.
Jadi anak-anak cowok itu pada bilang kalau Abi itu
Bapak-bapak. Ramelah itu seisi kelas. Tapi pas masuk kelas habis baris keadaan
sudah kondusif kembali. Nah, keadaan yang paling bikin hati saya cenat-cenut,
gag kuat kalau lihat anak wataknya keras kayak gitu. Pas waktu itu khan listening section, setelah melingkari
jawaban yang benar anak-anak pada nulis apa yang mereka dengar di buku latihan.
Setelah selesai mereka biasanya saya suruh untuk berbaris satu-satu untuk
membaca hasil pekerjaan mereka di ruang tamu.
Pada waktu itu, saya melihat Abi udah mau baris mengikuti temannya, tapi
kok kembali lagi. Ya sudah mungkin ada apa, nggak berfikir ke arah sana
pokoknya. Tiba-tiba Noval bilang kalau Abi ngamuk di kelas. Saya segera ke
kelas. Di sana saya melihat Abi udah berdiri seperti nantangin Silvi untuk
berkelahi. Dan Silvi dengan tenangnya malah membaca buku dengan Nisa (mungkin
itu kali yah yang bikin Abi tambah sebel). Saya tanya kenapa. Inilah jawaban
versi mereka:
Abi: Silvi bilang kalau saya seperti kakek-kakek.
Silvi: Saya bukan bilang kalau kamu kakek-kakek, saya
bilangnya Noval yang seperti kakek-kakek.
Saya pikir ini adalah perkelahian biasa antar teman,
paling sebentar lagi juga berakhir. Saya segera menyuruh Abi untuk kembali ke
mejanya, soalnya saya lebih percaya versi Silvi. Pikiran saya, Silvi biasanya
mengolok-olok Abi Bapak-bapak dan noval diolok-olok Kakek-kakek. Tapi apa yang
terjadi saudara-saudara? Abi tidak mau berpindah sedikitpun dari depan Silvi.
Dia melihat Silvi sepertinya dia dendam sekali dengan Silvi. Diapa-apakan dia
tidak mau berpindah tempat. Teman-teman yang tadi mengolok-oloknya saya minta
untuk minta maaf, tetapi segera ditepis tangannya oleh Abi, begitu juga Silvi.
Badannya Abi waktu itu kaku sekali, kelihatannya dia maunya memukul Silvi.
Anak-anak seisi kelas rame banget. Saya lalu menyuruh anak-anak untuk memanggil
Miss Lely di atas. Setelah ada Miss Lely, saya segera menyeret Abi keluar
dengan susah payah untuk menenangkan dirinya sedangkan anak-anak di kelas
sementara dihandle oleh Miss Lely.
Di luar kelas, si Abi ini masih meronta-ronta untuk
kembali ke dalam kelas. Saya sampai kewalahan memegangnya. Berkali-kali saya
membujuknya untuk memaafkan Silvi saja, tetapi tidak berhasil. Pokoknya dia
maunya itu dia ke Silvi terus memukul Silvi. Saya tentu saja tidak tega pada
Silvi. Udah kurus gitu, kalau dipukul sama Abi jadi gimana dia? Akhirnya
sayalah yang menghandle Abi supaya
tidak masuk kelas dan memukul Silvi. Sampai sakit tangan saya soalnya dia tetap
meronta-ronta saat saya pegangi. Pada waktu pulang, Silvi segera menemui Abi
untuk minta maaf lagi. Tapi sayang Abi tetap tidak memaafkan Silvi, bahkan dia masih berusaha menendang-nendang
Silvi. Saya akhirnya menyuruh Silvi untuk pulang saja tanpa memerdulikan Abi. Akhirnya
Abi pulang dijemput Ayahnya masih sambil menangis.
Jujur saja, saya tidak terlalu jago dalam menangani
anak dengan watak seperti ini. Dulu, saat saya masih mengajar di salah satu SD
swasta di Gresik, saya selalu mengamati bagaimana cara guru-guru menghandle
anak-anak seperti itu. Ternyata mereka tidak menggunakan kata-kata yang halus
seperti “Udah sayang jangan menangis” . Mereka malah menggunakan kata-kata
tegas yang membuat si anak-anak itu tetap menangis tapi beberapa saat kemudian
berhenti. Ketika menghadapi anak seperti ini, mungkin guru memang perlu
bersikap tegas dan berstrategi.
Ingat acara
“Nanny 911”? acara produksi Amerika yang beberapa waktu yang lalu ditayangkan
di salah satu TV Indonesia. Dalam acara itu, si Nanny yang tinggal beberapa
hari di rumah keluarga dengan anak-anak yang sangat aktif menerapkan beberapa
strategi dalam menghandle kenakalan
anak-anak. Seingat saya ada salah satu episode Nanny 911 yang memberikan reward and punishment pada anak-anak yang tingkahnya sangat ‘istimewa’. Jadi
dalam episode itu ada tiga anak yang bandel-bandel. Tiga bersaudara ini
diberikan kewajiban tugas rumah tangga seperti menyapu,mengepel, menyiram
bunga, dan pekerjaan lain. Ketika anak ini berhasil mengerjakan satu pekerjaan,
maka si Nanny akan memberikan satu bintang, begitu juga kalau mereka tidak
mengerjakan hal yang menjadi tugasnya si Nanny tentunya juga memberikan hukuman
yang mendidik. Ternyata cara ini sangat efektif dalam membuat anak yang tadinya
nakal dan bandelnya luar biasa menjadi anak yang manis.
Sebagai guru mungkin kita harus mengerti satu persatu
karakter anak-anak kita, menganalisis karakter-karakter itu kemudian memberikan
perlakuan sesuai dengan karakter anak-anak itu. Pengembangan karakter anak memang
tidak mudah, namun tidak berarti itu mustahil dilakukan. Bagi anak-anak usia
dini dan sekolah dasar pengembangan karakter baik bisa mudah dilakukan, namun
bagi remaja mungkin hal ini sedikit sulit karena karakter dasar mereka sudah
terbentuk. Percayalah menumbuhkan karakter butuh wkatu. Seperti batu yang
ditetesi air setiap hari, pasti akan berlubang. Begitu juga hati murid-murid kita.
Bila setiap hari kita memberikan nasehat dan teladan, suatu saat hati mereka
akan terpanggil untuk berperilaku yang sesuai.
Alfanita Zuraida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar