Selasa, 17 Januari 2012

Berdamai dengan Matematika



Picture taken from: sinyalpintar.blogspot.com

“Matematika itu ilmu pasti, kamu tidak usah memikirkan jawaban yang bermacam-macam karena jawabannya ya sudah pasti itu, satu ditambah satu ya sudah pasti dua”, kata Ibuku yang mencoba memberikan nasehat ketika aku bilang kalau aku tidak terlalu suka matematika. Sesuai nasehat Ibuku yang bilang bahwa matematika adalah ilmu pasti, aku pun belajar matematika lagi. Ternyata setelah mempelajari matematika, aku sampai pada sebuah kesimpulan bahwa matematika itu tidak sulit tapi membingungkan. Setelahnya, tanpa sadar aku mendoktrin diriku bahwa matematika itu membingungkan, karena membingungkan aku pun selalu mencoba menghindarinya.

Kejadian itu sudah terjadi hampir sepuluh tahun yang lalu ketika aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, namun kejadian itu masih begitu melekat di benakku karena sampai sekarang pun matematika masih menjadi saudara jauhku, walau sudah bukan musuhku lagi. Alasannya, walaupun matematika itu membingungkan namun ternyata sangat dibutuhkan. Jadi, kalau ada hitung-hitungan yang sederhana dan masih bisa diselesaikan dengan logika kepalaku matematika masih menjadi saudara, walaupun saudara jauh. Tapi kalau matematika sudah mulai nakal dengan rumus-rumus yang rumit, dia pun jadi musuh bebuyutanku. Alasan lainnya, aku lebih suka berkawan dengan kata dari pada angka. Tidak salah memang karena kecerdasan yang menonjol padaku bukan matematika, namun bahasa.

Kita sadari atau tidak, bila melihat kehidupan ini secara teliti, ternyata kehidupan ini tida bisa dijauhkan dari matematika itu sendiri. Sekuat tenaga kita menghindari matematika, usaha kita akan sia-sia karena matematika akan hadir dalamsetiap detail kehidupan kita. Ketika kita bertransaksi dalam dunia bisnis kita masih menggunakan matematika untuk menghitung harga. Matematika juga kita gunakan dalam berbagai pengukuran, baik untuk mengukur berat barang-barang kebutuhan pokok, panjang dan lebar ruangan, berat badan, dan berbagai pengukuran lain. Intinya hidup kita selalu bergelut dengan matematika. Salah satu hal yang mungkin menyebabkan saya tidak terlalu suka matematika adalah dalam proses pembelajaran matematika saya, guru cenderung lebih memberikan hal yang bersifat teori dari pada aplikasi matematika pada kehidupan sehari-hari sehingga cukup membosankan karena harus bergelut dengan buku-buku matematika tanpa tahu mengapa saya mempelajari matematika dalam bentuk ini dan itu.

Anehnya, walaupun saya bilang saya tidak ada bakat di matematika. Ternyata saya menggunakan matematika dalam dua fase penting kehidupan saya. Pertama, saya mati-matian menggunakan penelitian quantitative yang notabenya harus bergelut dengan angka sebagai penelitian skripsi S-1 dari pada memilih penelitian qualitative yang menggunakan kata sebagai analisis penelitiannya. Waktu itu saya merasa hasil yang diperoleh melalui penelitian quantitative dalam bentuk angka lebih jelas karena diinterpretasikan pada sesuatu yang pasti. Yang kedua dan terakhir adalah saya ditantang untuk mengajar matematika di Sekolah Dasar tempat saya mengajar walaupun saya bukan dari jurusan matemtika. Yah, ternyata hidup saya dan mungkin hidup kita memang tidak bisa dipisahkan dari matematika.

Bila ada mesin waktu dan saya bisa kembali ke masa lalu, satu hal yang akan saya lakukan adalah saya akan mencoba untuk berdamai dengan angka, berdamai dengan matematika dan berusaha berfikir matematika itu mudah. Ternyata matematika itu ramah pada orang yang mau mempelajarinya. Mulai sekarang tampaknya saya harus berdamai dengan matematika.


Ie-tha
2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar