Minggu, 21 Juli 2013

Film Korea VS Sinetron Indonesia


 
salah satu adegan sinetron intan (picture taken from:kanpanlagi.com)

salah satu adegan drama Korea Princess Hours (picture taken from: movie.lintas.me)


Full House, Princess Hours, Love Story in Harvard, Wedding, Heartstring, Endless Love. Ah, itu semua drama Korea favoritku.
  
Dengan kepribadian lembut, tidak suka kekerasan atau dikerasi baik fisik atau emosional, aku akan lebih memilih menonton drama Korea dibandingkan dengan film-film action. Drama Korea sesuai dengan kepribadianku, heheheh. Lihat saja, film Korea jarang menampilkan adegan kekerasan, kebanyakan adalah adegan romantis yang mungkin bukan hanya aku sukai tetapi juga banyak orang Indonesia sukai. Buktinya, ada salah satu stasiun TV yang menampilkan drama-drama Korea sebagai program unggulannya. Lagi, banyak blog orang Indonesia yang kini menampilkan tulisan-tulisan yang berisi informasi tentang drama atau artis Korea. Tidak percaya? coba search di google dengan mengetik Drama Korea, pasti akan bermunculan tulisan-tulisan dari blog orang Indonesia tentang Korea. Ini membuktikan bahwa Korea dan berbagai hal tentangnya ternyata disukai oleh masyarakat Indonesia.

Kemunculan film Korea tak lepas dari Korean Wave. Korean Wave atau Hallyu adalah penyebaran budaya Korea ke seluruh dunia. Karena Korean wave ini, banyak orang ingin mempelajari bahasa dan budaya Korea. Korean Wave mulai dikenal di negara Cina dan Asia Tenggara pada tahun 1990-an. Drama Korea sendiri mulai menyebar pertama kali ke wilayah Cina, kemudian ke Vietnam, Thailand, dan kemudian ke Indonesia. Tampaknya pemerintah Korea ingin menghadirkan budaya Korea dalam drama-dramanya, dan sepertinya itu berhasil. Dulu orang tidak peduli dengan hal-hal berbau Korea, sekarang orang-orang terutama orang Indonesia seakan berburu atau meniru hal-hal yang berbau Korea mulai dari gaya rambut, pakaian, sampai dunia industri entertainmentnya, lihat saja di boybands dan girlbands banyak bermunculan di Indonesia.

Di Indonesia, drama Korea yang pertama kali tayang dan mendapatkan respon yang bagus adalah Winter Sonata. Film ini diputar di stasiun televisi swasta Indonesia pada tahun 2002. Dengan mengembangkan kearifan budaya lokal, Winter Sonata memberikan setting tempat yang apik seperti Pulau Jungdo, yaitu salah satu dari tiga pulau yang terbentuk sebagai hasil dari pembangunan bendungan Uiam dan Gongjicheon, tempat dimana Joon-sang dan Yu-Jin turun dari bus bersama-sama setelah mereka sadar bahwa mereka telah tertinggal jauh dari pemberhentian mereka. Kita lihat lagi drama Korea klasik Jewel in the Palace, wah kalau film ini jangan ditanya pastinya banyak tempat yang mengenalkan kita akan budaya Korea. Yang pertama adalah Istana Changdeokgung. Ini adalah salah satu dari Lima Istana terbesar yang dibangun oleh raja-raja dari Dinasti Joseon. Tempat yang kedua adalah Korean Folk Village. Yaitu sebuah museum hidup suatu desa asli masyarakat Korea yang merupakan objek wisata di kota Yongin. Disini ada beberapa replika rumah tradisional dari kelas sosial yang berbeda. Tempat yang ketiga adalah Istana Hwaseong Haenggung. Tempat ini adalah puri yang terbesar dari tempat penampungan. Ini adalah istana sementara dimana raja Jeongjo tinggal pada saat perjalanan panjang dan juga dimana dia mengadakan pesta indah di Hyegyeonggung Hong, yaitu ulah tahun ibunya ke 60. Sepertinya suatu saat saya akan berada di tempat-tempat indah tersebut...Aamiin.

Film Televisi (FTV) yang setiap siang dan sore ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia ternyata juga sering memunculkan budaya lokal, sama seperti drama Korea, setting tempat yang apik dan indah seperi Bali, Bandung, Semarang, Solo, dan Jogja menjadi latar tempat yang menarik bagi cerita FTV. Namun, sinetron Indonesia tampaknya masih belum tertarik untuk mengambil tempat-tempat apik dengan kearifan lokal seperti itu. Mungkin masalah budget yang membuat mereka enggan atau bahkan tidak mau mengambil lokasi-lokasi seperti itu. Lokasi syuting, setahu saya, hanya berpusat di Jakarta. Jangan heran kalau melihat sintetron-sinetron Indonesia terutama yang ditayangkan saat petang sangat miskin setting tempat. Bayangkan saja, bila setting sedang mengambil tempat di jalan, maka jalanan akan terlihat sangat sepi, seolah-olah tidak ada pengguna jalan lain selain si aktor saja, padahal jalanan kan milik umum ya. Selain itu kalau mengmbil setting tempat di jalan, pasti yang terlihat jalan itu lagi, jalan itu lagi. Apa jalan hanya ada satu ya itu yah mungkin.

Lagi, mengapa sinetron Indonesia atau FTV Indonesia tidak bisa mendunia?Ah, tidak usah terlalu jauh dulu sebaiknya, Ok, bagaimana kalau saya katakan mengapa sinetron Indonesia tidak bisa menjadi raja di Asia Tenggara. Ah, saya lagi-lagi salah, maaf, saya ubah sekali lagi, Mengapa sinetron Indonesia tidak bisa menjadi raja di negerinya sendiri? Mungkin jawabanya sudah terfikir dalam benak masing-masing kita, tapi untuk mengungkapkannya. Ah, saya tidak sampai hati menulis di sini. Sama saja membongkar keburukan bangsa sendiri. Jawabannya, silahkan tonton sinetron Indonesia

Saya sebenarnya tidak mau munafik atau sok suci, karena pada dasarnya saya juga masih suka sinetron Indonesia. Bedanya, saya suka sinetron Indonesia hanya pada cerita awal. Cerita awal sinetron Indonesia ketika rating belum tinggi, penonton belum banyak, dan masih belum populer. Bisa dipastikan, saya akan sedikit menikmati jalan dan ide cerita yang coba ditampilkan oleh sineas persinetronan Indonesia, tetapi setelah itu? silahlan dilihat sendiri. Jalan cerita akan semakin berputar putar, masalahnya pun selalu sama anak yang ditukar, hilang ingatan, kecelakaan. Tiga tema itu tampaknya sering menghiasai persinetronan Indonesia. Saya meraba-raba mungkin karena dulu tahun 2002, ada drama Korea Endless Love, yang ceritanya tentang anak yang tertukar. Dari ide tersebut mungkinkah sinetron-sinetron banyak yang mengadaptasinya? Mungkin. Saya tidak tahu pasti.

Memang, saya bisa dibilang bahwa saya OD alias Omong Doang. Tapi semoga karena omong doang saya ini bisa membuka sedikit mata para sineas persinetronan Indonesia tentang pembuatan sinetron Indonesia. Sinetron Indonesia sebenarnya menunjukkan kepribadian dan karaketer suatu bangsa. Bagaiamana karakter suatu bangsa ini bila ide cerita,adegan sinetron, dan kostum yang digunakan oleh pemainnya seperti itu. Sungguh-sungguh memilukan. Saya bahkan pernah mendapati sebuah sinetron yang terang-terangan menghalalkan suap untuk melepaskan seseorang yang dicintainya. Padahal, tokoh yang mengahalalkan suap itu masih tergolong tokoh protagonis.

Sebagai seorang guru, bagaimana anak-anak kita bisa disuguhi hal-hal semacam itu. Ketika orang tua mereka menonton sinetron, kemudian anak-anak juga akan menontonnya. Apa yang akan anak-anak dapatkan? Model yang sangat tidak patut ditiru. Kita selalu melarang anak untuk berbuat jahat. Namun dengan melihat sinetron dengan banyak adegan kekerasan bukannya mengajarkan anak-anak untuk belajar tentang bagaimana memulai sebuah kekerasan itu? Silahkan dipikirkan sendiri saja lah. Saya pernah membaca, di sebuah daerah terpencil yang listrik hanya menyala antara jam 6 sampai jam 8. Dan televisi sebagai hiburan hanya dapat dilihat pada jam-jam tersebut. Apakah kita harus mengajarkan hal seperti itu sampai pada pelosok-pelosok daerah?

Dulu ketika saya kecil, saya suka melihat sinetron berjudul Keluarga Cemara. Saya suka sekali sinetron itu, bahkan sampai sekarang pun saya tidak bisa melupakan beberapa adegan dalam film itu. Saya juga masih ingat lho nama-nama pemain dalam tokoh tersebut ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil yang baik, ada juga pipin dan tante plesir yang jahat. Dalam sinetron itu, banyak sekali nilai moral yang bisa diambil. Sekarang bandingkan anak-anak yang tumbuh dengan sinetron apik yang mendidik moral mereka atau sinetron yang hanya menunjukkan kekerasan dan hedonisme?

Sekarang coba kita tengok adegan di drama Korea. Silahkan anda menyebutkan drama Korea yang ada adegan seorang anak berteriak-teriak dan berkata tidak sopan pada kedua orang tuanya? Carilah dan anda mungkin  jarang sekali Anda mendapatkannya. Dalam sinetron Korea, ternyata adat-adat ketimuran masih dipegang

Bila korea punya Seoul, Bussan, dan Jeju, tenang saja Indonesia masih punya Lombok, Bali, Jogja, Bandung, dan tentu saja masih banyak lagi kota-kota indah lainnya. Bila di Korea punya kuliner kimchi, tidak usah berkecil hati Indonesia juga punya rendang, gado-gado, raon,balado dan berbagai macam kuliner lain. Jadi, apa sih yang tidak Indonesia punya. Semua kita punya, tinggal bagaiamana kita mengembangkannya dalam bentuk ide cerita. Kalo Korean punya Korean Wave, semoga suatu saat Indonesia punya Indonesia Wave. Sedikit berhayal, bila suatu saat kelak saya keluar negeri, dan orang asing menanyakan asal saya. Saya dengan bangga saya berasal dari Indonesia. Dan orang asing yang bertanya tersebut menganguk tahu dan menghargai. Semoga.

NB: Ini tulisan suka-suka, dibuat ketika kelas KKT A sedang sepi tugas, sebenarnya saya bingung harus berbuat apa, sudahlah dari pada bengong lebih baik saya menulis saja.

210312012
AZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar