Sabtu, 21 Desember 2013

KemBali: Sebuah Catatan Perjalanan

 
Foto ini bagus tapi tidak ada saya, karena tidak ada saya foto ini bagus :)


Saya ke Bali pada akhir Oktober kemarin. Nah, seharusnya saya memposting tulisan tentang cerita perjalanan ke sana itu maksimal mungkin pada bulan November awal, tapi sekarang sudah bulan Desember akhir, berarti sudah terlambat yah? Hihihi. Ini karena saya terlalu bersemangat mengupload tulisan dan foto Bimbel saya di blog, jadi baru sekarang saya sok-sokan punya waktu untuk menulis cerita perjalanan ke Bali.

Perjalanan ini bukan pertama kalinya saya ke Bali. Saya hitung sudah tiga kali (dengan ini) saya bepergian ke Bali, dan semuanya dalam rangka wisata. Pertama kali ke Bali ketika saya masih SMP kelas III (dulu masih pake kelas III bukan IX ), saat SMA kelas III (ini juga masih sama, saya dulu tak sempat ikut KBK), dan yang ini, saya ke Bali bersama teman-teman Humas Unesa. Awalnya saya sempat ragu untuk ikut karena beberapa alasan. Saya kemudian sharing dengan dua orang teman, dan dua-duanya menyuruh saya ikut saja. Akhirnya, saya berangkat ke Bali lagi heheh. Tirta bilang pada saya bahwa ini juga adalah ketiga kalinya dia ke Bali. Gadis berkerudung yang hobbi belanja buku (tapi jarang dibaca sampai habis) ini bilang kalau ke empat kali ke Bali dia akan bersama suaminya. Aamiin ya Rab.

Pas ke Bali ini anak-anak berkumpul di Humas Unesa Ketintang. Sebenarnya dari rumah, saya mau membawa motor saja, lebih hemat dan praktis dari pada bawa mobil karena harus bayar bensin dan sopir (kalau dibayari Ibu sih nggak papa, ini saya bayar sendiri karena acara saya hahah), tapi karena koper yang saya bawa lumayan besar plus barang printilan lain dan saya juga harus menjemput Tirta yang saya yakin  barangnya lebih heboh dari saya (ternyata hanya bawa satu koper besar) akhirnya saya memutuskan opsi yang kedua, bawa mobil. 

Di Humas Unesa ternyata sudah banyak anak-anak yang berkumpul. Alhamdulillah, reporter lama banyak yang ikut, ada temannya senior lumayanlah. I’m not good in interacting with new people. Sebelum berangkat shalat Ashar dulu, semoga perjalanan dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah SWT. Busnya ternyata parkir di dekat Perpustakaan Unesa, jadi kami semua khususnya cewek-cewek harus mengangkat koper dan barang printilan lainnya ke sana. Cukup berat dan menyengsarakan, untung ada Rio, anaknya bu Upik yang masih kelas 1 SD bisa saya minta tolongi untuk membawakan boneka leher saya. Dia mau lhoooo hahah, memanfaatkan anak kecil yang lugu, sungguh berdosa.

Di bus, saya duduk sebangku dengan Tirta. Di belakang saya ada Novi Indah Riani dan Ema Septiana (Dalam cerita selanjutnya ternyata kita akan menjadi Empat Sekawan menurut versi kita dan Empat Semprul, menurut Mas Bayu). Sebenarnya kursi sudah ditata dengan nama anaknya tapi kami berhasil melobi Adek reporter baru, jadi saya bisa duduk berdua dengan Tirta dan Novi bisa duduk dengan Ema. Sebenarnya Tirta mau pindah tempat duduk di sebelah Ema dan Novi, jadi kita bisa berbicara berempat, tapi karena rempong dan tidak ada yang mau ditukari karena sudah pada duduk (istilah Jawanya ndele bokong) jadi kita tetap di tempat semula.

Kami berangkat hari Kamis pukul 16.30 dari Unesa. Seperti dua perjalanan sebelumnya, kami akan meyeberang di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi menuju ke pelabuhan Gilimanuk, Bali.  Sepanjang perjalanan saya dan Tirta tidur, kami baru bangun pas melewati Paragon, itu PLTU ya? tempatnya yang banyak lampunya pas malam indah banget. Saya dibangunkan Tirta. Setelah itu, akhirnya terjadilah sesi curhat antara saya dan Tirta. Hahaha. Sudah jadi kebiasaan, kalau ketemu mesti curhat. Sebelum kita ke palabuhan Ketapang, rombongan makan dulu di sebuah rumah makan namanya Tongas, Probolinggo. Di sini, kami juga menyempatkan diri untuk menjama’ shalat Maghrib dan Isya’.

Saya lupa pukul berapa saya sampai di pelabuhan Ketapang. Pas bus mau masuk kapal kita ke kamar mandi sebentar, dan sepertinya antriannya busnya lama jadi anak-anak pada turun dan ngobrol-ngobrol di luar. Setelah sekian lama di luar, empat sekawan pun segera naik bus, setelah kami naik bus ternyata bus melaju menuju kapal padahal anak-anak banyak yang masih di luar. Dalam hati saya bersyukur sudah masuk ke dalam bus karena saya malas kalau disuruh jalan kaki heheheh. Ternyata, nasib baik belum berpihak pada saya. Rasa hati ingin menikmati udara malam di kapal, lha kok ternyata pintu bus tidak bisa dibuka karena didempet dua bus lain. Hahaha. Ya sudahlah, akhirnya kita hanya tidur-tiduran, cerita-cerita, dan makan-makan di bus.

Hari Pertama di Bali

Kita sampai di pulau dewata pukul 04.30 WITA, menurut saya sih sudah waktunya shalat subuh, jadi saya dan Tirta segera shalat shubuh dengan tayamum. Tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat karena Allah memberikan banyak kemudahan dalam ibadah ini. Sebenarnya rencananya rombongan kami akan mampir dulu ke sebuah rumah makan untuk mandi kemudian baru ke pantai Lovina. Tujuan kita ke pantai Lovina adalah melihat lumba-lumba di tengah laut. Dan lumba-lumba muncul sebelum pukul 07.00 pagi. Karena takut terlambat melihat lumba-lumba akhirnya kami segera meluncur ke pantai Lovina. 
In Lovina Beach, after seeing dolphins

Di pantai Lovina (dengan muka kusut belum mandi), akhirnya kami berempat naik kapal menuju ke tengah laut untuk melihat lumba-lumba. Satu orang dikenakan biaya Rp 60.000. Banyak yang mengira jumlah Rp 60.000 itu untuk satu kapal, tapi ternyata Rp 60.000 itu untuk satu penumpang yah hehehe. Tapi kalau dipikir-pikir nggak mungkin juga satu kapal Rp 60.000 karena jarak antara pantai dan lautnya sangat jauh (saya tidak pintar menghitung berapa meter pokoknya jauh heheh maklum anak Bahasa) dan si Belinya mati-matian mencarikan kita lumba-lumba yang sedang berenang. Si Beli langsung melarikan kapalnya ke arah lumba-lumba yang sedang berenang bila ada yang muncul ke permukaan.

Ini mungkin pertama kalinya bagi kita berempat untuk melihat lumba-lumba di tengah laut. Jadi setiap ada lumba-lumba yang meluncur sedikit ke atas kita langsung heboh berteriak-teriak  hahah. Sungguh ndeso. Di kanan-kiri kita melihat banyak turis asing, tanpa malu kita melambaikan tangan pada mereka. Hahaha. Ternyata dibalas lambaian tangan kita. Kira-kira satu setengah jaman kita berputar-putar di tengah laut mencari lumba-lumba, kita kembali. Sebenarnya, kalau menurut saya pribadi, saya kurang puas menyaksikan aksi lumba-lumba. Kita hanya puas berputar-putar dan mengejar si lumba-lumba. Saya sempat searching di google tentang pantai Lovina sebelumnya, dan yang keluar adalah gambar dua lumba-lumba yang meluncur tinggi di atas permukaan, sungguh apik, namun sayang pada kenyataannya saya tidak menyaksikan adegan ini. Hanya lumba-lumba yang memunculkan badannya sedikit di air. Mungkin si lumba-lumba malu kali ya karena banyak yang mau menontonnya, maklum mereka bukan artis lumba-lumba seperti di pertunjukkan hehe.

Setelah mandi, tujuan wisata selanjutnya adalah Bedugul. Sekedar pengumuman, hanya sebagian kecil dari kita yang mandi karena kamar mandi yang layak untuk mandi hanya ada dua dan tempatnya tersembunyi. Kita tahunya diberi tahu beli pemandu wisata yang saya lupa namanya. Maaf yah Beli. Pas anak-anak makan, kita mandi. Jadi, kita tidak sempat makan karena Ibu pendamping travel tidak mengijinkan kita makan di bus karena takut bau, tapi untung ada pudak yang dibagikan, lumayan untuk pengganjal perut. 
Setelah tiba di Bedugul, hal pertama yang harus kita lakukan adalah makan karena perut sudah lapar. Kita segera mencari tempat dan makan. Setelah makan, kita pun berkeliling melihat apa saja yang ada di bedugul. Saya lupa-lupa ingat apa saja yang ada di Bedugul ini karena sudah sekian tahun tidak ke sini. Tapi pemandangan di Bedugul bagus banget, saya lihat ada beberapa pasangan yang melakukan prewedding di sini. Saya juga tidak lupa berfoto, foto dengan empat sekawan dan anak-anak reporter Humas Unesa. Saya belum bisa upload lengkap dengan foto-fotonya yah karena belum sempat ke Humas Unesa untuk ngopy foto atau juga minta foto ke Tirta. Saya bawa kamera, tapi pas ke Bali, saya lebih sering minta foto sama anak-anak, males ngeluarin kamera hehe.

In Bedugul
 
Capek jalan2


Sok Imut semua haha

Tirta n Me

Kita masih foto-foto pas anak-anak cowok ke masjid. Dari ujung Bedugul ke ujungnya lagi kita foto-foto terus. Pas kita foto-foto di paling ujung Bedugul, ada bule ganteng dan baik yang menawarkan diri untuk mengambil gambar kita berempat. Setelah si bule cowok itu pergi, kita foto-foto lagi, dan selanjutnya ada bule cewek yang menawarkan diri untuk jadi fotografrer. Baik-baik yah bule di Bedugul ini. Thank you Sir, Thank you Miss!

Karena hari itu adalah hari Jumat, maka anak-anak cowok pada shalat Jumat di masjid. Masjidnya namanya  masjid Al-Hidayah. Masjid ini letaknya di atas bukit atau apa namanya. Jadi untuk menuju ke sana kita harus melewati anak tangga yang menanjak. Subhanallah, pemandangan di atas sangat indah. Pas nyampe di atas anak-anak cowok sudah selesai shalat semua, tinggal kita berempat yang akan menjama’ shalat Dhuhur dan Ashar. Sebelum shalat tentu saja foto-foto dulu bersama anak-anak (Cuma kita berempat yang cewek). Setelah foto, kita cepat-cepat ke tempat wudhu. Kita masih santai-santai, bahkan pas wudhu kita masih sempat ngobrol dan bercanda. Pikiran kita “Kita nyampe duluan, jadi tidak perlu tergesa-gesa, paling habis ini anak-anak cewek pada nyusul”. 

Sampai selesai shalat ternyata anak-anak cewek pada nggak muncul, ya sudahlah kita langsung kembali ke bus. Di depan parkiran Bus, sudah ada si Zain yang menunggu kita. Ada apa? Kok hati saya tidak enak pake acara di jemput segala? ternyata orang-orang semua sudah pada kumpul di bus, dan mereka menunggu kita. Oh no. Sesampainya di bus, orang-orang pada marah-marah karena keterlambatan kita. Nah gara-gara kita telat inilah kita dipanggil Empat Semprul sama siapa lagi kalau bukan Mas Bayu. Bukan seratus persen salah kita kali hahah (membela diri). Kita khan hanya shalat, menjalankan perintahNya. Tapi kita juga ngerasa bersalah juga karena karena jadwal yang terlambat akhirnya kita tidak jadi ke pantai Kute. Tapi kalau dilihat sih memang jadwalnya tidak disesuaikan pada hari itu. Jadwal kita meninggalkan Bedugul adalah pukul 11.00 WITA sedangkan anak-anak cowok pada selesai shalat itu jam 12.00 WITA. Kita kembali ke bus setelah shalat pukul 12.30 WITA. Jadi pada dasarnya rombongan kita memang sudah terlambat satu jam, dan kita berempat menambah keterlambatan setengah jam. Okay. Clear yah

Our pose in a mosque in Bedugul
Setelah Bedugul perjalanan selanjutnya adalah Joger. Dari rumah si Lucia Dwi Elvira (LDE) sudah nitip kaos Joger. Saya juga mau beli hehehe. Di Joger, kalau saya bilang, barang-barang apalagi kaos dan sandalnya memang bagus-bagus, setaralah apa yang kita keluarkan dengan apa yang kita dapatkan. Saya itu paling bingung pas milih-milih kaos, si LDE minta kaos warna putih dan di Jogger itu banyak kaos warna putih. Dari pada pusing saya ambil tiga kaos, saya pilih satu yang paling bagus, beres, tinggal pilih kaos buat saya. Saya malas kalau harus warna putih, dan saya lihat ada warna krem yang lucu, ya udah ambil aja. Bayar. Beres deh.

Setelah itu saya coba-coba lihat sandal, ada sandal jepit lucu hitam yang harganya Cuma Rp 19.000. Intinya saya bukan suka sama sandal jepitnya tapi sama tulisan “Joger” warna putih yang ada di talinya itu hahah. Kalau sandal jepit dimana-mana ada tapi yang ada tulisan “Jogger” yah cuma ada di sini. Di atas, saya bersama Ema. Ema tasnya sudah penuh dengan barang belanjaan. Ampun deh nih anak kalau belanja, beliin siapa ajah sih girl. Ternyata yang paling rekor belanja di Joger adalah Novi karena semua Ibu dan adek-adeknya hanya mau oleh-oleh dari Jogger hahah, nggak mau yang lain. Mungkin satu rombongan hanya dia yang paling banyak menghabiskan uang untuk belanja di Joger. Benar-benar cinta keluarga sekali. Kalau Tirta, pasti juga belanja tapi kayaknya sih dia tidak khilaf hahah. Pokoknya sepertinya empat sekawan memang cocok, suka belanja tapi dalam kadar yang berbeda. The best shoppaholic girl is Ema. Dimanapun, ke tempat rekreasi di Bali, dia pasti beli oleh-oleh.

Di Joger ini juga ada yang menjual makanan oleh-oleh khas Bali, letaknya ada di sebelahnya pas (masih termasuk Joger juga). Sebelum saya ke Bali, si LDE, Adik saya pernah dioleh-olehin temannya yang asli Bali pie dan pas saya makan enak banget.  Jadinya, salah satu oleh-oleh yang wajib saya beli adalah pie Bali. Saya sempat bingung milih yang mana karena banyak pilihannya. Maksud saya mau milih yang persis dioleh-olehin temannya Adek, tapi pada beda semua pienya. Di situ pienya besar-besar, sedangkan yang dioleh-olehin Adek bentuknya agak kecil.

Dari Joger kita langsung menuju hotel namanya Grand Park Hotel namanya. Untunglah kita berempat sekamar. Kalau nggak pasti kita harus ngelobi-ngelobi lagi. We shouted “horrey” when Zain told us (Empat Sekawan) that we’re in the same room. Hotelnya cukup bagus kalau dibandingkan dua hotel yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Pas buka pintu terus lihat kamarnya. Subhanallah. Alhamdulillah, bagus dan nyaman. Kita langsung tiduran di atas bednya. Setelah tiduran, anak-anak pada beres-beres baju, sandal, dan lain-lain. Setelah itu, kami langsung antri mandi. Kamar mandinya bersih, ada shower air hangat lagi. Maknyus deh.

Setelah isyak, sepertinya ada acara gathering keluarga besar Humas Unesa. Di kamar, dari luar kita mendengar suara ribut-ribut. Setelah shalat Isya’ kita langsung keluar cepat-cepat, takut terlambat lagi seperti di Bedugul tadi. Tapi ternyata? Masih sepi dan kita adalah orang-orang pertama yang mengambil makan malam. Oh no. Feeling kita memang nggak pernah bener. Baru setelah beberapa lama, anak-anak dan staff Humas Unesa mulai muncul satu-satu dengan wajah yang segar (Ya iyalah habis mandi semua). Nah, kalau gini khan kelihatan cantik dan gantengnya hihihi.

Acara gahteringnya seru sih, kita bertiga (minus Ema) ada dalam satu kelompok. Ema satu kelompok sama Ibu-Ibu hehehe. Lomba pertama adalah lomba yel-yel.  Kita disuruh bikin yel-yel trus disuruh mempertunjukkan di depan anak-anak Humas gitu. Aku, Novi, Tirta, Putri yang satu kelompok bingung bikin yel-yel apa. Aku ingat kalau aku punya yel-yel buat anak les yang biasa diucapkan sebelum masuk kelas. Jadilah, akhirnya kita pakai tuh yel-yel. Hahaha pas di depan nggak kompak blas. Kayaknya yang kelompoknya Ibu-ibu itu yang lebih heboh dari kelompok kita. Kelompok terbaik lomba yel-yel kalau nggak salah sih diraih oleh kelompoknya Mas Yoyo. Pas berangkat kita disuruh bawa kado seharga Rp 10.000 dibungkus koran, nah yang menang inilah yang berhak untuk mengambil kado duluan.

Setelah lomba yel-yel ternyata ada lomba nyanyi. Oh ya, ada biduanita asal Bali yang juga diundang untuk memeriahkan acara, namanya mbak Vivi (jadi ingat mbak Vivi temanku).  Setelah bernyanyi, satu kelompok bisa mengambil kado lagi, untuk yang belum menganbil kado. Nah, dimulailah kita mencari lagu. Rempong banget. Berkali-kali ganti lagu, gara-gara usulannya Tirta. Pas latihan, satu lagu udah mau selesai, eh dia minta ganti. Terus terang, saya kalau masalah perfom yang dadakan kayak gini tuh aku nggak bisa. Dulu pernah ikut drama dan jadi peran utama di mata kuliah Drama, tapi latihannya berkali-kali, itu pun dengan adegan bernyanyi yang tidak berhasil karena pas aku nyanyi anak-anak kelasku pada ketawa semua hahaha. Apalagi Virma bilang kalau inti drama ini adalah nyanyianku. Hahaha. Sumpah nggak Bulek. Akhirnya dipilihlah lagu Ayu Ting-Ting Sik Asik. Kenapa pas waktu itu saya mau ya? Padahal kalau dilihat, ditelaah, dan dianalisis lebih lanjut saya nggak bakalan mau hahahha. Sudahlah, hanya untuk seru-seruan, dan itu adalah untuk pertama dan terakhir. Saya lihat teman-teman yang lain juga pada seru-seruan dan gila-gilaan di acara ini. Hahaha.

Mungkin acara gatheringnya ini sampai jam 22.30 WITA kali yah, saya agak lupa. Di jam itu kita berempat sudah ada di dalam kamar, antri ke kamar mandi, dan ke tempat tidur (belum mau tidur). Sambil tiduran, kita mulai bercanda-canda sambil tertawa. Oh, saya tidak tahu kalau suara kita berempat yang lagi bercanda dan tertawa sampai ke bawah. Tahunya pas pagi ketemu Ibu travel (heran, saya akrab, tapi lupa tanya nama Ibu ini, maaf ya Bu). Katanya suara kita sampai ke bawah, dan si Ibu mengenali suara-suara itu sebagai suara kita berempat. Jadi tidak enak, nggak bagus juga kalau anak cewek ketata-tawa dan bercanda sampai kayak gitu. Akhirnya karena kecapekan, kita berempat terlelap sendiri.

Hari Kedua di Bali

Perjalanan hari kedua dimulai dengan keterlambatan kita. Lagi. Tapi sungguh ini bukan 100 persen salah kita. Kita melihat jadwal kalau sarapan dimulai pukul 08.00 WITA. Jadi, kita berempat sudah bersiap-siap sebelum jam itu. Hal terlama yang kita lakukan adalah dandan dan berkerudung, tapi kita masih santai karena di jadwal sarapan pukul 08.00 WITA (waktu ntu masih menunjukkan 07.35 WITA kalo nggak salah). Tiba-tiba pintu diketuk seseorang dari luar. Teryata mas Bayu yang meyuruh kita cepat-cepat karena ternyata hanya kita berempat yang belum sarapan. Heran deh selalu. Pas kita cepat-cepat dikira terlambat ternyatata kita yang duluan. Pas kita kira kita bakal duluan ternyata kita terlambat hahha. Lagi, feeling kita memang tidak pernah benar. Jadilah kita makan seperti di MOS atau OSPEK, cepat-cepat, tiga kali kunyah langsung telan. Maknyus deh. Tapi sebagai catatan, dari awal sampe akhir makanannya enak-enak hehehe. Tambah endut plus tambah item habis dari Bali.

Pusat oleh-oleh khas Bali, Kresna adalah tujuan pertama wisata hari kedua. Kresna yang saya datangi sepertinya adalah tempat yang sama dengan enam tahun yang lalu, tetapi sepertinya banyak yang berubah. Di tempat ini harganya lebih terjangkau dari pada di Joger. Di sini saya membeli beberapa jajanan Bali untuk teman-teman guru di sekolah (karena pasti nanti ditagih oleh-oleh), gantungan kunci untuk teman-teman guru di AMECC, dan kalender bentuk matahari yang lucu untuk media pembelajaran murid-murid saya. Saya sedikit menyesal mengapa tidak belanja banyak di sini(karena lebih memilih belanja di Sukowati) karena menurut saya barang yang ada di Kresna lebih bagus kualitasnya daripada di Sukowati. Saya juga tidak jago menawar. Yah, menyesal memang tidak pernah di depan. 

Tujuan wisata kedua adalah Tanjung benoa, sengaja pakai celana supaya nanti pas di sana bisa main paraseling. Khan nggak lucu kalau main paraseling pake rok, tidak usah dibayangkan hahaha. Ternyata pas di Tanjung Benoa, yang ada cuma wisata ke pulau penyu sama banana boat. Kalau banana boat udah nggak mungkin, dari rumah sudah diwanti-wanti sama Ibuk supaya nggak main kayak gitu, main air maksudnya. Makanya dari awal saya mau paraseling, khan Ibu bilang nggak boleh main di air, bukan main di udara hahaha. Tapi nasib baik belum berpihak pada saya karena kata Ibu-ibu yang nawarin paket wisata di Tanjung Benoa, paraseling masih belum ada, lupa karena apa. Pokoknya intinya nggak ada. Oh no. Ya udah dari pada saya bengong Cuma duduk-duduk aja, saya ikut wisata ke pulau penyu sama Ibu-Ibu, Abel (cucunya Ibu Travel), dan Pak Totok. Sebenarnya saya sudah pernah ke pulau penyu pas SMA sama teman-teman sekelas yang gokil abis dan saya ingat pas waktu itu seruuuuu sekali pas ke sini, dan sekarang kedua kali saya ke sini, bersama Ibu-Ibu, Bapak, dan Adek. Hups, nikmatin ajah.

Untuk sampai ke pulau Penyu kita harus naik boat. Pada waktu di boat, kita bisa melihat kehidupan bawah laut melalui kaca yanga ada di tengah boat. Kita juga bisa memberikan makan ikan-ikan dengan roti yang kita bawa dari Ibu-ibu sang penwar jasa ke pulau penyu. Kalau melihat alam bawah laut seperti itu, Subhanallah, Allah Maha Besar, nggak ada yang bisa menandingi ciptaan Allah. Manusia sejenius apapun. Saya juga membayangkan kalau tib-tiba kapal tenggelam, siapa yang akan menolong saya, nggak pake pelampung lagi. Ih ngeri, nggak usah dibayangkan.

Di pulau Penyu, tak seperti yang saya bayangkan, masih sangat sederhana sekali. Saya kira setelah beberapa tahun tidak ke sini, kawasan wisata ini akan menjelma menjadi kawasan wisata yang indah. Namun sayang, pengelola masih belum mengoptimalkan kawasan ini sebagai salah satu destinasi wisata, kalau saja kawasan wisata ini diperbaiki dan dibuat indah dan sedap dipandang, lebih banyak lagi wisatawan yang mau berkunjung ke sana. Logikanya, kondisinya seperti ini saja banyak wisatawan, baik lokal atau asing yang datang, bagaimana bila kawasan ini diubah menjadi wisata yang indah, pasti lebih banyak yang datang kan? Di pulau penyu ini kita diwajibkan membayar Rp 5.000 yang diperuntukkan untuk perawatan hewan-hewan di sini. Di sini Kita bisa melihat penyu, landak, dan ada ular-ular yang bisa diajak berfoto. Tapi terima kasih, saya takut ular.

Saudara-saudara, setelah saya kembali ke Tanjung Benoa dari pulau Penyu, saya melihat cewek sedang main paraselin. Oh no. Kenapa? Kenapa? kalau saya harus memilih saya memilih paraseling 100 ribu tapi saya dapat pengalaman baru dari pada 50 ribu dengan pengalaman yang sama seperti kedua kali saya ke sini. Saya sangat menyesal. Andai kata saya lebih sabar? Andai saja saya tidak ikut ke pulau Penyu, pasti saya bisa main paraseling. Lagi, meyesal memang tidak pernah di awal. Sudahlah. Sekarang saya bingung, baju saya kotor dan basah kena cipratan air penyu. Gimana kalau mau shalat, nggak bawa baju ganti. Yah terpaksa pake baju ini. Yang penting niatnya.

 
Tujuan wisata selanjutnya adalah Garuda Wisnu Kencana alias GWK. Pertanyaan saya, nih patung secara utuh bagian-bagiannya tuh kapan sih? Perasaan dari saya SMA tahun 2006 sampai 2013, patung Garuda Wisnu Kencana belum jadi secara utuh. Yah bagian-bagian itu saja. Sama. Yang pernah saya baca, bila semua bagian-bagiannya disatukan maka patung buatan pematung Bali, I Nyoman Nuarta ini akan mengalahkan patung Liberti di Amerika. Well, let’s see. Patung ini adalah perwujudan dari Dewa Wisnu, saya ingat dulu sejarah di SD, dewa ini termasuk dewa pemelihara yang sedang mengendarai burung garuda. Berdasarkan wikipedia, Tokoh Garuda dapat dilihat di kisah Garuda & Kerajaannya yang berkisah mengenai rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan yang akhirnya dilindungi oleh Dewa Wisnu.

Setelah menikmati patung GWK, sekarang waktunya ke Nusa Dua untuk melihat Devdan, pertunjukkan budaya. Kita ke sana ituh kira-kira kalo nggak salah jam 15.00 WITA, jadi waktunya tuh masih panjang sekali, jadi kita jalan-jalan ke pantai Nusa Dua. Kalau saya melihat pantai Nusa Dua ini sepertinya kawasan ekslusif. Ini adalah pertama kali saya ke Nusa Dua, sebelumnya saya hanya mendengar namanya saja heheh. Banyak kegiatan nasional atau internasional yang dilakukan di sini. Pantai Nusa Dua sangat bagus dan indah, airnya masih jernih, saya melihat ikan berenang sakinga jernihnya. Sayang, kalau saya bawa baju ganti dan ada tempat tertutup buat berenang ralat bermain air (saya tidak bisa berenang) saya pasti sudah nyemplung. Tapi saya tidak mau masuk angin. Jadi saya hanya bermain di tepi pantainya saja.

Pukul 18.30 pertunjukan Devdan dimulai. Ceritanya, ada dua anak kecil yang terpisah dari rombongan,mereka kemudian menemukan harta karun. Nah ternyata harta karun ini adalah benda-benda khas nusantara. Saat mereka mengambil iket muncul tarian Bali dan kebudayaannya, begitu juga ketika mengambil songket, blangkon dan benda nusantara lainnya, akan muncul pertunjukan asal daerah tersebut. Pertunjukan Devdan ini membuat saya sangat terpukau, sungguh memesona. Ada juga hip-hopnya lho. Mungkin perlu satu bagian khusus untuk membahas pertunjukkan ini. 

Overall, pertunjukkannya sangat menghibur. Namun, saya sempat shock dan teriak-teriak pas adegan monyet muncul. Monyetnya tiba-tiba saja datang pada saya dengan mata yang berkedip-kedip. Oh no. Saya takut sekali, segera pegang tangannya Tirta saking takutnya, Hih. Walaupun pertunjukkan ini sangat bagus, tapi tak banyak kursi yang terisi. Dalam satu balroom mungkin hanya seperempatnya saja yang terisi, mungkin karena mahalnya tiket kali yah. Sesuatu yang ekslusif pasti mahal dan tidak semua orang bisa melihat. That’s the point. Kalau Apple harganya murah, orang-orang pasti nggak bakalan bilang kalau yang punya Apple itu wow. Kira-kira begitulah pikiran saya.


Hari Ketiga di Bali

In a room of Grand Park Hotel

Hari ketiga di Bali dibuka dengan ketepatan waktu kita. Yey yeyeh. Akhirnya kita in time, Hahaha. Sempat kepikiran buat ngerjain Mas Bayu. Jadi, kita sarapan, balik lagi ke kamar terus pura-pura telat. Hahha.Tapi nggak jadi, buat apa juga. Berdosa, menzolimi sunbae alias senior. Momen sarapan paling enak adalah sarapan dengan waktu yang lapang, tanpa tergesa-gesa. Semua orang sepertinya surprised karena kita yang paling pagi datang sarapan Hahaha. Pak Yatno bahkan bilang kalau beliau sempat khawatir kalo kita berempat terutama Tirta bakalan dateng telat. Tapi untunglah kita bertiga sudah sigap. Kita sudah sms Tirta jam 04.00 pagi. Menyuruh dia langsung pulang ke hotel. Jadilah pagi jam seteangah enam Tirta sudah ada di depan hotel diantar Fahim. Anak yang baik, udah dimandiin lagi sama Fahim hahaha.

Jadi tujuan pertama hari terakhir ini adalah melihat tari barong. Tempat dan cerita yang ditampilkan hampir sama seperti pada waktu SMA dulu. Serasa de javu di tempat ini. Pas saya lihat ceritanya, masih tetap lucu tapi sama seperti dulu. Nggak ada yang berubah. Lagi-lagi saya berimajinasi kembali. Andaikata tempatnya ini lebih bagus, didesain dengan lebih indah namun tetap menonjolkan sisi tradisionalnya, pasti lebih banyak wisatawan yang datang (selalu bernaluri bisnis). Di sini, empat sekawan tetap aja foto-foto, dimana-mana selalu berfoto. Pas pertunjukan mau mulai, Tirta melihat ahjussi yang kita temuai di GWK. Tirta bilang : Bule Koreanya itu kok udah tua yah mbak. Saya bilang: jangan gitu, siapa tahu kita punya kesempatan untuk keliling dunia pas umur segitu. Tirta bilang : Lhak mesti curhat. Hahaha. Selesai pertunjukkan, kita foto-foto bersama barong di belakang. Fotonya gantian karena tempatnya hanya muat untuk dua orang.

Foto sebelum tari Barong dimulai

Setelah ke sini waktunya ke Centing Ayu. Nah, kalau di Centing Ayu ini kita bisa melihat secara langsung orang-orang yang membuat pie Bali. Selain pie, di Centing Ayu ini juga menjual banyak barang buah tangan. Sebenarnya Centing Ayu ini sama dengan kresna, bedanya kita bisa melihat orang-orang membuat pie secara langsung saja, ada diskonnya juga 5% dengan menggunakan kartu diskon. Di sini barangnya lumayan bagus, saya membeli beberapa dompet untuk teman-teman guru di Bimbel Bahasa Inggris ALFA yang sudah gantiin saya selama saya ke Bali (thanks miss Lely, Miss Izza, and Miss Ruri), sama beli kipas buat Ibu dan tante gue yang endel banget hahaha. Di Centing ayu ini juga ada tempat buat shalat, tapi nggak terlalu bersih. Hello, nelangsanya shalat di Bali (Shalat yang nyaman Cuma ada di bedugul), pas wudhu saya bahkan sempat agak mual dan batuk-batuk gara-gara bau adonan pie. That’s okay lah. Disyukuri saja, masih ada tempat shalat. Nanti kalau ke luar negeri bakalan lebih susah cari tempat shalat. Hehehe. 

Selanjutnya adalah wisata belanja ke Sukowati. Selama di Sukowati saya selalu bersama dengan empat sekawan. Jadi, kita nawar bareng. Tapi akhirnya kita berpencar. Saya dengan Ema, dan Novi dengan Tirta. Semua pada heboh belanja(terutama Ema). Pertama, Ema dan Novi beli mukena Bali yang harganya Rp 70.000, nah saya sebenarnya mau Beli buat Putri tapi harganya menurut saya masih mahal (walaupun begitu Ema beli dua hahha) setelah puter-puter dan mendapatkan barang yang mau kita beli, saya bertemu dengan putrinya pak Yatno yang juga membeli mukena di tempat yang sama tapi dengan harga yang berbeda Rp 57.000 (pas kita beli mukena kita lihat putrinya pak Yatno juga tapi kirain harganya bakalan sama). Akhirnya saya jadi beli mukena buat Putri Rp 57.000. Ema meradang hahaha karena dia beli dua mukena dengan harga Rp70.000 per mukena.

Ternyata putrinya Pak Yatno ini menggunakan bahasa Jawa dalam menawar dan Ibunya juga berbaik hati menerima harga itu. Kalau yang penjual mukenanya Ema, beliau pake bahasa Indonesia terus, ngomongnya pinter, dan tidak bisa ditawar lagi (karena beliau bilangnya harga itu sudah murah). Tapi saya yakin pas waktu itu Ema mikirnya harga itu juga sudah murah karena di online shop harga mukena Bali berkisar antara Rp 100.000an belum termasuk ongkos kirim. Ya sudahlah, kita tidak mungkin protes dan balik ke penjual lagi minta uang dikembalikan. Semoga ini menjadi pelajaran untuk menawar dengan harga serendah-rendahnya untuk mendapatkan barang sebanyak-banyaknya (Prinip menawar menurut guru Ekonomi dari jurusan Bahasa Inggris hahaha). Sabar Ema.

And our last destiny is Tanah Lot. Di Tanah Lot, pas jalan ke tanah lotnya banyak orang jualan barang oleh-oleh, dan saya lihat kualitasnya jauh lebih baik dari pada di Sukowati, begitu pula dengan harganya. Banyak toko menawarkan harga pas atau harga promo yang menurut saya untuk ukuran barang seperti itu sudah termasuk murah sekali. Saya dan Rio (Putra Mas Yoyo) beli tas putih khas Bali di Sukowati harganya Rp 15.000 tapi di sana harganya hanya Rp 10.000. Pas kita berdua lihat tas berharga Rp 10.000 itu kayak gimana gitu, tapi si Rio bilang yah sudahlah tidak papa. Yah memang tidak papa, emang mau kembali ke Sukowati. Kalau di Sukowati, para penjual pada mempertahankan pembeli untuk membeli barang mereka tapi di sini, kalau harga menurut mereka(penjual) tidak cocok, pembeli dibiarkan pergi begitu saja. Ingat trik pembeli, pura-pura pergi supaya dipanggil kembali. Sayang trik itu tidak berlaku di sini. Kalau pembeli pergi, penjual ogah memanggil mereka kembali. Yang pergi biarlah pergi, akan ada seseorang yang kembali hahaha. Apaan sih.

In Tanah Lot

Sebenarnya di Tanah Lot itu, ada pura di atas, tapi saya tidak ke sana, takut, melawati air, anak-anak juga pada tidak ke sana. Di sini, panas banget. Saya tidak bawa sun block, topi, dan kacamata. Jadi ingat apa yang saya ajarkan pada anak-anak. Saya: What do you bring when going to the beach? Anak-anak : I bring sun lotin, hat, and sun glasses. Hello. Guru macam apa ini. Mengajarkan apa yang harus dibawa tapi tidak dibawa. Parah, tidak boleh dicontoh. 

Di sini, anak-anak pada foto-foto. Saya tidak kuat kalau harus mengikuti Tirta dan Ema foto-foto, panas. Saya Cuma duduk di batu karang, ngelihatin anak-anak foto-foto. Karena tidak kuat dengan panasnya akhirnya saya, Siska, dan Zain mencari tempat berteduh. Kita berteduh di rerumputan bareng ma Bapak dan Ibu travel juga dengan Abel, cucu ibunya. Oh ya Abel ini anaknya cerdas lho, dia tahu binatang-binatang beracun yang ada di laut juga cepat sekali menghafal jalan. Kalau dilihat dia seperti anak SMP atau SMA, tapi jangan tertipu, dia masih SD kelas enam, badannya saja yang bongsor. Pas hari Senin, ternyata dia mau ujian, jadi dia belajar materi lewat internet. Enaknya anak sekarang, belajar lewat internet, saya dulu kalau mau ulangan dan harus pergi, saya membawa buku paket yang tebal dan buku catatan. Zaman memang sudah berubah yah.

Pas saya duduk-duduk bareng anak-anak, ada mbak-mbak yang jualan jepit rambut. Sebenarnya saya sedang tidak butuh jepit rambut dan sejujurnya juga tidak mau beli, buat apa beli jepit rambut dengan hiasan bunga-bunga yang pasti saya lucu bila mengenakannya. Tapi saya lihat wajah mbaknya yang jualan itu melas sekali, saya jadi tidak tega dan beli Rp10.000. Di rumah, saya bingung mau diapakan jepit lucu-lucu itu, akhirnya diberikan Ibu pada dua saudara sepupu saya yang masih TK, Puput dan Sofi, mereka senang sekali dapat oleh-oleh, dari Bali lagi. Belum tahu mereka kisah sebenarnya hahaha.

Akhirnya, kita sampai di Surabaya pukul 06.00 dan semua orang langsung bekerja, sekolah, dan kuliah. Saya masih libur hahha kan saya ijinnya dua hari, Jumat dan Senin. Yeyeyeh. Sempat diomelin Tirta karena saya telat telfon supir jadi kita nunggu lama di Humas. Hahaha. Sampai jumpa teman-teman Humas Unesa semua. Sampai jumpa dalam kesempatan yang lain. Selamat menjalankan aktifitas kembali semua.

Alfanita Zuraida

Tidak ada komentar:

Posting Komentar