Senin, 30 Desember 2013

Memberi Ruang Pengacau

Galau karena pengacau. Picture from: tempo.com

Pernakah kita sakit hati atau marah terhadap perkataan atau perbuatan sesorang? berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun pun kita tidak bisa memaafkan, merasakan setengah hidup kita dipenuhi oleh dendam dan kesal berkepanjangan. 

Kita sebenarnya tahu bahwa kita dengan mudah bisa memaafkan sesorang, namun keegoisan dalam diri kita kadang-kadang membunuh keinginan untuk memaafkan. Keras kepala kita mengikis kepekaan naluri dalam hati sanubari yang kita miliki. Keegoisan inilah yang akhirnya membuat kita menolak bertemu dan bekerja sama dengan orang yang kita pikir telah menyakiti hati kita.

Memaafkan butuh latihan yang mungkin bukan sehari-dua hari tapi di sepanjang kehidupan kita. Memaafkan adalah sebuah proses pendalaman karakter pada diri sendiri karena pada hakikatnya memaafkan adalah mengalahkan diri sendiri. Jadi, sebelum memaafkan orang lain, alangkah baiknya bila kita memaafkan diri kita sendiri. Biarkan kita memberi ruang pada diri ini untuk dapat mengevaluasi diri dan hati tentang apa yang telah terjadi. Mulailah memaafkan diri ini kemudian orang lain. 

Lagi pula, tak ada gunanya mempertaruhkan kehidupan kita yang sangat berharga hanya untuk memberi ruang pada orang yang tak suka dengan kita atau ingin menyakiti kita. Hidup ini terlalu bermakna bila hanya sekedar memberi ruang kepada para pengacau, yang mungkin sudah melupakan perkataan atau perbuatannya pada kita. Lalu, kenapa kita masih mengingat dan memendamnya dalam hati kita. 

Tak ada manusia sempurna walaupun manusia ingin menjadi “sempurna”. Karena ketidak sempurnaan itulah para “pengacau” yang tidak suka dengan kita mencari celah. Jadi, berdamailah dengan hati kita, berdamailah dengan diri kita, juga berdamailah dengan orang lain. Jangan biarkan para pengacau menghancurkannya. Tetap fokus dengan apa yang kita jalankan, dan tetaplah berdoa pada Allah, Yang Maha Kuasa atas segalanya.

Alfanita Zuraida

Tidak ada komentar:

Posting Komentar