Kamis, 12 Agustus 2010

Mengintip Perjalanan Pendidikan di Indonesia

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan diartikan sebuah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Di Indonesia, pendidikan telah mengalami berbagai perkembangan mulai dari zaman hindu-budha, zaman kolonial, zaman prakemerdekaan sampai orde baru, dan zaman reformasi sampai sekarang. Berbagai arah kebijakanpun berubah seiring perkembangannya.

Zaman Hindu-Budha

Pada abad 14-16 M (sebelum kejatuhan zaman Majapahit), pendidikan tidak diselenggarakan secara luas. Pendidikan pada masa ini diberikan dari tingkatan pendidikan dasar, lanjutan, dan tinggi. Namun sifatnya tidak formal hanya terbatas pada relasi guru dan murid sehingga bila ada seorang murid yang tidak puas dengan ilmu yang dikuasainya ia dapat berguru pada guru di lain padepokan. Di padepokan diajarkan jenis ilmu pengetahuan yang bersifat umum dan juga khusus untuk menopang hidup keseharian. Para bangswan, ksatria, dan kelompok elit lainnya mengirimkan anak-anak mereka ke padepokan ternama, selain itu beberapa dari mereka juga memanggil guru ke keraton untuk mengajarkan ilmu pada anak-anak mereka.

Selama zaman hindu-Budha, isi pendidikannya adalah agama, olah kanuragan dan bela diri (jaya-kawijayan), kesusasteraan, dan unggah-ungguh atau etika. Selama zaman hindu-budha, sekolah di Indonesia adalah berupa pecantrikan/padepokan atau sanggar. Peserta didiknya disebut cantrik atau murid. Pendidiknya disebut guru, suhu atau hajar. Pecantrikan pada awalnya hanya diperuntukkan bagi bangsawan(ksatria), namun setelah perkembangan lebih lanjut masyarakat umum juga mengembangkan dengan dibantu oleh para pujangga bijak kerajaan. Pecantrikan yang demikian lebih menekankan padapendidikan olah kanuragan dan jaya-kawijayan dengan harapan mereka dapat menjadi prajurit (ksatria).

Zaman Kolonial

Semasa zaman kolonial, ada beragam sistem pendidikan, diantaranya beberapa pesantren tradisional (pendidikan agama )juga sistem persekolahan yang dibawa Belanda. Menurut Sawa Suryana, sampai awal abad 20 sistem sekolahan yang dibawa Belanda kurang diminati penduduk pribumi. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk menarik minat bangsa Indonesia masuk dalam sistem pendidikan barat. Menurut Haji Agus Salim dalam kuliah yang disampaikan dihadapan para mahasiswa Unversitas Cornel di Ithaca tahun 1953, ia menyatakan bahwa kedatangan profesor Snouck Hurgronje pada tahun 1880 adalah membawa misi uji-coba perubahan pendidikan barat di Hindia-Timur. Tujuan dari politik Belanda ini adalah marangkul segenap lapisan sosial masyarakat Indonesia agar masuk ke dalam culture atau kebudayaan Belanda. Hal ini bertujuan agar bangsa Indonesia mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Pada masa ini ada sebuah kekhawatiran bahwa kebijaksanaan ini akan menjauhkan kaum pribumi dengan ajaran islam. Karena itu pendidikan barat kurang mendapat tempat di hati rakyat, selain itu para bumi putera juga terlihat menjaga jarak dengan dengan sistem pendidikan barat (Mochtar dalam Agus Salim, 2007: 2002).

Namun ketika orang sudah banyak berpikir tentang perlunya pendidikan kooperatif dengan Belanda, maka sistem pendidikan barat inipun mulai dilirik oleh banyak orang. Hal ini terjadi ketika revolusi fisik. Perkembangan pendidikan barat ini mencapai puncaknya pada waktu zaman pergerakan nasional, dimana kesadaran pendidikan dipicu oleh semangat nasionalisme yang tinggi, walaupun dengan pendidikan barat. Pendidikan pada zaman ini dimulai dari pendidikan rendah sampai tingkatan pendidikan menengah.

Zaman Prakemerdekaan--Zaman Orde Baru (sebelum 1945-1997)

Pada zaman prakemerdekaan, politik dan ideologi pendidikan masih berkutat masalah nasionalisme dan juga pencapaian kebebasan, kemerdekaan, dan persamaan. Berbagai upaya pengembanganpun dilakukan dengan berbagai cara diantaranya pembebasan bangsa dari kebodohan, kemiskinan, dan kepapaan. Selain itu penguatan pengaruh antara pemerintah kolonial, berbagai lembaga swasta-masyarakat-nasioanalis, kelompok kristen dan pesantren juga merupakan upaya pengembangan yang dilakukan.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan masa orde lama, politik, dan ideologi pendidikan adalah masih seputar masalah nasionalisme. Sejalan dengan politik dan ideologi pendidikannya, maka upaya pengembangan merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan nasionalisme. Di masa ini pembangunan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan swasta.

Di zaman orde baru, pemerintah memiliki pengembangan kebijakan monokultural yang bertujuan menekan keragaman kultural dalam bentuk ‘nation’ Indonesia. Di zaman yang di pimpin oleh presiden Soeharto ini, sekolah negeri masih mengakomodasi siswa dari berbagai latar belakang etnis dan budaya. Anak-anak dari etnis minoritas mendirikan sekolahnya sendiri. Politik integrasi nasioanal bentuk pengembangan ‘sekolah asimilasi’ justru membuat para siswa dari etnis minoritas merasa terasing secara budaya.
Zaman Reformasi(1998)-Sekarang
Pada zaman reformasi, pemerintah berusaha meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga mencapai 20%. Dalam upaya pengembangannya, peningkatan pendidikan mengedepankan tiga aspek penting yaitu dominasi kekuasaan negara lewat proyek-proyek pendidikan nasional (BOM, pembangunan gedung SMP, dll), proyek pembangunan infrastruktur pendidikan, dan sertifikasi pendidikan nasional.

Kini pendidikan sudah mengedepankan tiga hal penting yaitu sains, teknologi dan seni. Hal ini sesuai dengan tema Hardiknas tahun ini “Pendidikan Sains, teknologi dan seni Seni Menjamin Pembangunan Berkelanjutan dan Meningkatkan Daya Saing Bangsa”. Sebagai upaya mencerdaskan bangsa tiga hal penting itu tidak boleh dilupakan begitu saja.

Dalam penerapan tiga hal penting ini diakui Depdiknas masih terdapat banyak kekurangan dan tantangan yang dihadapi. Untuk menjawab kekurangan dan tantangan tersebut, Depdiknas telah membuat tiga pilar kebijakan yang dirangkum dalam Rencana Strategis Depdiknas 2005-2009, yaitu pemerataan dan perluasan akses pendidikan; peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan; serta penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan. Pada akhir tahun 2008 hampir seluruh indikator kinerja utama rencana strategis tersebut telah tercapai dan banyak yang melampaui target. Sementara itu untuk menjawab tantangan pembangunan pendidikan nasional ke depan, pada tahun 2009 Depdiknas telah menetapkan 11 (sebelas) terobosan kebijakan massal dan telah menunjukkan hasil-hasil positif.

Dalam sambutannya pada Hardiknas 2009 Menteri pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Soedibyo mengatakan bahwa untuk saat ini pendidikan sains, teknologi dan sains sangat relevan dengan permasalahan dalam konteks peningkatan mutu pendidikan nasional untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan berdaya saing Ia juga menjelaskan, pada kurun waktu tahun 2005 - 2008, pendanaan pendidikan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), BOS Buku, Bantuan Khusus Murid (BKM), Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) dan program beasiswa telah menunjukkan hasil dan manfaat yang signifikan dalam pengembangan mutu pendidikan di tanah air.

(Alfanita, Sumber: Salim Agus, dkk. 2007. Indonesia belajarlah! Universitas Negeri Semarang dengan Tri Wacana. Yogyakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar