Kamis, 12 Agustus 2010

PESONA PENDIDIKAN DAN BUDAYA DI NEGERI MATAHARI TERBIT


 Picture taken from: research.org

Dalam sejarahnya Jepang adalah negara yang dua kali mendapat serangan bom atom dari sekutu. Bom-bom atom itu dijatuhkan pada dua pusat kota di Jepang yaitu kota Hiroshima dan Nagasaki. Namun, Jepang bukanlah negara yang pantang menyerah. Tak lebih dari satu dasawarsa, Jepang telah menjelma menjadi negara maju dalam berbagai bidang kehidupan. Kemajuan ini diraih salah satunya berkat kemajuan pendidikan di Jepang. Sistem pendidikan di Jepang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip legalisme, administrasi yang demokratis, netral, penyesuaian dan penetapan kondisi pendidikan, dan desentralisasi.

Bagi Prof. Dr. Djodjok Soepardjo M.Litt, suatu keberuntungan besar bisa menuntut ilmu di Jepang. Pria yang telah menjadi dosen di Jurusan Bahasa Jepang Unesa sejak tahun 1981 itu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan program S-2 dan S-3nya di Nagoya University pada 1991-1997. Linguistics dan léterature adalah jurusan yang diambilnya. Jepang sebagai negara yang sangat maju dan disiplin telah membuatnya jatuh hati. Dengan senang hati pria yang juga dosen jurusan bahasa Jepang ini pun membagi ceritanya tentang pendidikan dan culture masyarakat Jepang.

Menurut pria yang mempunyai hobi membaca dan olah raga ini umumnya mahasiswa Jepang terbagi dalam tiga golongan yaitu mahasiswa yang berjiwa pembelajar, mahasiswa yang gemar bermain, dan mahasiswa yang bermain sambil bekerja. Mahasiswa yang berjiwa pembelajar memunyai satu tempat favorit yaitu perpustakaan. Jadi jangan heran bila setiap hari datang ke perpustakaan Jepang kita akan menemukan orang yang sama setiap harinya, mereka inilah mahasiswa yang mempunyai niat belajar yang kuat. Golongan yang kedua biasanya berasal dari high class, sehingga merasa dengan kekayaan orang tuanya mereka dapat melakukan apapun yang mereka suka. Klub-klub olah raga merupakan tujuan dari kelompok ini. Biasanya mereka adalah tim-tim inti organisasi olah raga. Yang terakhir adalah mahasiswa yang belajar sambil bekerja, jumlah mahasiswa ini biasanya lebih besar daripada golongan pertama dan kedua. Biasanya beberapa pusat perbelanjaan atau supermarket menyediakan kerja part-time untuk para mahasiswa ini. Jam kerja mereka biasanya disesuaikan dengan jadwal kuliahnya.

Rata-rata mahasiswa Jepang adalah mahasiswa yang sangat rajin dan tekun. Bila semua jurusan di Unesa punya mata kuliah seminar maka begitu pula mahasiswa di Jepang. Mereka pun punya mata kuliah yang sama. Namun perbedaannya adalah persiapan yang dilakukan. Mahasiswa Jepang mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan mata kuliah ini dengan sangat detail. Mereka pergi ke perpustakaan untuk mengumpulkan berbagai bahan yang berkaitan dengan mata kuliah ini dengan sangat teliti. Inilah perbedaannya, kadang mahasiswa Indonesia mempersiapkan mata kuliah ini seadanya, tanpa persiapan atau dengan persiapan yang minim.

Bagi mahasiswa asing, masalah biaya tidak terlalu berat karena biasanya mereka memperoleh full scholarship. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada perbedaan signifikan antara tinggal di kota besar Jepang dengan di pinggiran kotanya. Sama dengan di Indonesia, umumnya di pinggiran kota yang mempunya state university, biaya hidup yang ditawarkan lebih terjangkau dari pada di kota besar. Dalam hal ini beberapa mahasiswa asing yang tidak mendapatkan full scholarship mengakalinya dengan bekerja part time. Namun, untuk mahasiswa asing pihak imigrasi hanya memberikan jatah bekerja 5 jam dalam seminggu.

Sarana prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar di Jepang juga sangat lengkap. Sebagai negara yang sering dilanda gempa, Jepang memiliki fasilitas penanggulangan gempa. Berbagai fasilitas yang ada di gedung ataupun di kelas telah dirancang sedemikian rupa sehingga ketika gempa terjadi berbagai persiapan dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Selain itu, simulasi gempa telah banyak diajarkan, baik di kampus-kampus maupun perusahaan. Ada satu fasilitas yang sangat jarang atau bahkan tidak ada di kampus-kampus di Indonesia yaitu pemakaian ID-card. Dengan ID-card tidak semua orang bisa masuk ke dalam kelas. Hanya orang-orang yang memunyai ID-card saja yang bisa masuk dalam ruang kelas. Jadi untuk masuk ke dalam kelas Nagoya University, orang asing harus punya teman atau kenalan mahasiswa Nagoya University.

Banyak kegiatan ekstrakurikuler yang ditawarkan untuk mahasiswa di Nagoya University, bila di Unesa ada pameran UKM, maka begitu pula di Nagoya University. Berbagai kurabu atau klub menggelar pamerannya untuk mendapatkan anggota baru. Dan setiap mahasiswa diharuskan memilih beberapa club yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Ada yang menjadi anggota klub tennis, sepak bola, paduan suara, kegiatan jurnalis, dsb. Bila ada beberapa UKM di Unesa yang kurang terdengar gaungnya karena jarang ada kegiatan, di Nagoya University hal ini tidak berlaku. Klub-klub di sana selalu ramai dengan berbagai kegiatan dan latihan. Apalagi kalau akan diadakan kompetisi antaruniversitas, maka suasana di klub yang akan berkompetisi dengan universitas lain akan semakin ramai. Kejuaran antar klub rakhbi(sejenis American foot ball) adalah yang paling banyak menyita perhatian mahasiswa. Bila ada kejuaraan ini bisa dipastikan bahwa kampus akan sesak penonton.

Orang Jepang terkenal dengan tiga kebiasaannya yaitu antri, peduli pada lingkungan, dan ekonomis. Untuk budaya antri, di manapun mereka berada seperti di tempat pembelian tiket, toilet umum, dan tempat-tempat yang memerlukan antrian, mereka akan membentuk barisan antrian. Menjaga kelestarian lingkungan juga merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Jepang . Ada yang menarik dalam hal ini, karena para pensiunan yang sudah tidak bekerja masih melanjutkan sekolah di sebuah college yang bernama Silver College University yaitu universitas bagi para pensiunan. Mereka mencoba mengaplikasikan ilmu mereka untuk kelestarian lingkungan misalnya meneliti cara air yang keruh bisa menjadi bersih. Jadi tidak ada manula yang hanya duduk diam di rumah, mereka menghabiskan waktu mereka sama seperti yang dilakukan orang-orang di usia produktif. Orang Jepang juga adalah orang yang paham akan kualitas produk, untuk produk berkualitas mereka harus merogoh kocek yang dalam. Namun hal itu tidak berlaku diskon. Mereka bisa mendapatkan produk berkualitas dengan harga miring. Maka tak heran bila mereka rela berbondong-bondong pergi ke tempat diskon untuk mendapatkan produk berkualitas dengan harga hemat. Inilah sikap ekonomis masyarakat Jepang.

Ujian di universitas Jepang sama dengan di Indonesia. Pengambilan nilai dosen didasarkan pada Mid-term test, final examination, dan tugas mahasiswa. Menurut pria yang beralamat di daerah teluk sampit Surabaya ini ujian di Jepang adalah ujian terketat di dunia. Dalam ujian ada beberapa peraturan yang harus ditatati oleh mahasiswa yang lebih ketat daripada di universitas di Indonesia. Mahasiswa Jepang adalah mahasiswa yang punya budaya malu. Mereka berprinsip bahwa menyalin jawaban adalah hal yang sia-sia, untuk apa dapat nilai memuaskan kalau bukan dari hasil sendiri. Jadi mengerjakan pekerjaan dengan kemampuan sendiri dianggap lebih terhormat daripada hanya menyalin jawaban.

Pendidikan di Jepang adalah salah satu pendidikan termaju di Asia, bahkan di dunia. Semangat, kerja keras, dan sikap tak mudah menyerah menjadikan pendidikan Jepang seperti sekarang ini. Jadi tak ada salahnya ‘kan belajar mengatur pendidikan Indonesia pada negeri matahari terbit ini.

(Alfanita Zuraida)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar