Kamis, 12 Agustus 2010

W.R SUPRATMAN DALAM LAGU INDONESIA RAYA


 Picture taken from: wisata.kompasiana.com

Indonesia raya, sebuah lagu kebangsaan yang telah berpuluh tahun di kumandangkan di negeri ini. Sebuah lagu penggugah semangat kebangkitan nasional. Lagu yang menjadi alat pemersatu bangsa dan sebuah karya seni yang akan di kenang sepanjang masa oleh bangsa Indonesia. Di balik lagu kebangsaan itu, ada sebuah sosok luar biasa yang menjadi penggubahnya. Dia adalah Wage Rudolf Supratman atau yang lebih dikenal dengan nama W.R supratman.

W.R Supratman lahir di Jatinegara, Jakarta pada 9 Maret 1903. Bapaknya bernama Senen, ia merupakan sersan di Batalyon VIII. Ia mempunyai 6 saudara, satu lelaki dan lainnya perempuan. Salah satunya bernama Roekijem yang menikah dengan orang Belanda bernama Willem van Eldik. Willem van Eldik inilah yang kelak menyekolahkan dan membiayai sekolahnya di UjungPandang. Sebagai anak seorang sersan Belanda di BatalyoanVIII. Ia tidak menjadi lunak kepada Belanda. Sebaliknya ia mempunya semangat nasionalisme yang sangat besar. Semangatnya semakin bertambah ketika dirinya menjadi wartawan dan bertemu dengan banyak tokoh pergerakan naional. Rasa antipatinya kepada Belanda ia tuangkan kedalam sebuah buku yang berjudul Perawan Desa. Buku ini mengandung nilai-nilai nasionalitas. Namun karena di tuding menyinggung pemerintah Belanda saat itu maka bukunya disita dan dilarang beredar.

Setelah menamatkan sekolah dasarnya di Jakarta, pria yang tidak beristri sampai akhir hidupnya ini mengikuti kakaknya, Roekijem dan suaminya ke ujung pandang. Di sana Ia mempelajari bahasa Belanda selama tiga tahun, kemudian melanjutkan sekolahnya ke Normal School. Setelah menyelesaikan pendidikan, ia masih tinggal di ujung pandang dan bekerja sebagai guru sekolah dasar. Setelah itu ia bekerja di sebuah perusahaan dagang. Dari Ujung pandang, ia kemudian pindah ke Bandung menekuni profesi barunya sebagai wartawan. Profesi itu terus ditekuninya sampai ia kembali ke kota kelahirannya Jakarta.

Kebolehannya bermain musik biola serta menggubah lagu juga diperolehnya dari kakak iparnya Willem van Eldik sewaktu tinggal di Ujung Pandang. Kegemaran inilah juga yang membuatnya senang membaca buku-buku musik. Setelah tinggal di Jakarta, ia membaca seuah karangan dari majalah Timbul. Dalam karangan itu, penulis menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Jiwa mudanya merasa tertantang untuk menggubah lagu. Pada tahun 1924 inilah lahirlah lagu Indonesia raya.

Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928 secara instumentalia Supratman memperdengarkan lagu Indonesia raya untuk pertama kalinya di depan umum. Lagu yang bernuansa nasionalisme itupun cepat terkenal di kalangan pergerakan nasional. Sejak saat itu apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka Indonesia raya selalu diperdengarakan dan dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.

Akibat menciptakan lagu Indonesia raya, Supratman selalu diburu oleh pemerintah Hindia-Belanda. Lagu terakhirnya yang berjudul Matahari Terbit membuatnya harus merasakan derita penjara di Kalisosok Surabaya pada agustus 1938. Iapun kemudian meninggal dunia pada 17 agustus 1938 karena sakit di Surabaya. Akhirnya ketika Indonesia memperoleh kemerdekaanya, para pejuang menjadikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan, sebuah lambang persatuan bangsa. Namun, sayang sang sosok di balik lagu Indonesia raya tidak bisa menikmati kemerdekaan bangsanya yang telah lama diperjuangkannya.


(Alfanita Zuraida)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar