Minggu, 24 November 2013

Anak Istimewa

Kelasnya Abi (Bukan nama sebenarnya)



Kemarin saya upload artikel tentang karakteristik anak-anak. Saya pikir saya sudah menguasai tentang karakteristik anak-anak, tapi mungkin saya salah. Saya baru mengetahui karakteristik anak-anak secara umum saja, belum karakter spesialnya. Jadi ceritanya, seperti biasa saya sore ini mengajar anak kelas tiga SD. Secara umum, mereka pintar dan cerdas tapi tingkahnya kadang bikin saya geleng-geleng kepala. Ada saja, kadang saya pusing dibuatnya. Contohnya kalau bertanya sampai ke akar-akarnya (ini namanya cerdas apa godain gurunya sih?), suka manjat-manjat tangga, suka lari-lari dan berkelahi di ruang tamu(dikiranya ruang tamu itu arena sumo), dan yang terakhir adalah suka menirukan suara saya yang merdu ini hahahha (tabok).

Setiap tahun ajaran baru pasti ada yang namanya anak baru dong, nah nih ada anak baru, panggil saja namanya Abi. Menurut keterangan dari Ibunya, si Abi ini anak yang aktif dan banyak tingkahnya. Saya sih bilang dalam hati “Saya pasti bisa menaklukkannya hahah”. Ternyata awal-awal pikiran saya memang benar. Dia tidak terlalu banyak tingkah, cenderung manis dan pintar di kelas. Hanya kalau pulang saya harus ekstra menjaganya karena ternyata diluar kelas tingkah aktifnya sedikit kambuh. 

Okay, jadi ceritanya pas sore itu, sore sebelum kejadian yang bikin tangan saya sakit, orang Gresik bilang kemeng, ada anak namanya Silvi (teman sekelasnya) yang bilang bahwa Abi Bapak-bapak karena memakai baju batik. Terus mereka kejar-kejaran, ketawa-tawa. Seingat saya pas waktu itu ada adegan Abi pura-pura pukul Silvi tapi kayaknya sih cuma bercanda. Nah pas di hari yang lain, Silvi bilang pada teman-temannya di kelas tiga kalau si Abi itu kayak Bapak-bapak. Nah, di sini nih adegan ini dimulai.

Jadi anak-anak cowok itu pada bilang kalau Abi itu Bapak-bapak. Ramelah itu seisi kelas. Tapi pas masuk kelas habis baris keadaan sudah kondusif kembali. Nah, keadaan yang paling bikin hati saya cenat-cenut, gag kuat kalau lihat anak wataknya keras kayak gitu. Pas waktu itu khan listening section, setelah melingkari jawaban yang benar anak-anak pada nulis apa yang mereka dengar di buku latihan. Setelah selesai mereka biasanya saya suruh untuk berbaris satu-satu untuk membaca hasil pekerjaan mereka di ruang tamu.

Pada waktu itu, saya melihat  Abi udah mau baris mengikuti temannya, tapi kok kembali lagi. Ya sudah mungkin ada apa, nggak berfikir ke arah sana pokoknya. Tiba-tiba Noval bilang kalau Abi ngamuk di kelas. Saya segera ke kelas. Di sana saya melihat Abi udah berdiri seperti nantangin Silvi untuk berkelahi. Dan Silvi dengan tenangnya malah membaca buku dengan Nisa (mungkin itu kali yah yang bikin Abi tambah sebel). Saya tanya kenapa. Inilah jawaban versi mereka:

Abi: Silvi bilang kalau saya seperti kakek-kakek.
Silvi: Saya bukan bilang kalau kamu kakek-kakek, saya bilangnya Noval yang seperti kakek-kakek.

Saya pikir ini adalah perkelahian biasa antar teman, paling sebentar lagi juga berakhir. Saya segera menyuruh Abi untuk kembali ke mejanya, soalnya saya lebih percaya versi Silvi. Pikiran saya, Silvi biasanya mengolok-olok Abi Bapak-bapak dan noval diolok-olok Kakek-kakek. Tapi apa yang terjadi saudara-saudara? Abi tidak mau berpindah sedikitpun dari depan Silvi. Dia melihat Silvi sepertinya dia dendam sekali dengan Silvi. Diapa-apakan dia tidak mau berpindah tempat. Teman-teman yang tadi mengolok-oloknya saya minta untuk minta maaf, tetapi segera ditepis tangannya oleh Abi, begitu juga Silvi. Badannya Abi waktu itu kaku sekali, kelihatannya dia maunya memukul Silvi. Anak-anak seisi kelas rame banget. Saya lalu menyuruh anak-anak untuk memanggil Miss Lely di atas. Setelah ada Miss Lely, saya segera menyeret Abi keluar dengan susah payah untuk menenangkan dirinya sedangkan anak-anak di kelas sementara dihandle oleh Miss Lely.

Di luar kelas, si Abi ini masih meronta-ronta untuk kembali ke dalam kelas. Saya sampai kewalahan memegangnya. Berkali-kali saya membujuknya untuk memaafkan Silvi saja, tetapi tidak berhasil. Pokoknya dia maunya itu dia ke Silvi terus memukul Silvi. Saya tentu saja tidak tega pada Silvi. Udah kurus gitu, kalau dipukul sama Abi jadi gimana dia? Akhirnya sayalah yang menghandle Abi supaya tidak masuk kelas dan memukul Silvi. Sampai sakit tangan saya soalnya dia tetap meronta-ronta saat saya pegangi. Pada waktu pulang, Silvi segera menemui Abi untuk minta maaf lagi. Tapi sayang Abi tetap tidak memaafkan  Silvi, bahkan dia masih berusaha menendang-nendang Silvi. Saya akhirnya menyuruh Silvi untuk pulang saja tanpa memerdulikan Abi. Akhirnya Abi pulang dijemput Ayahnya masih sambil menangis.

Jujur saja, saya tidak terlalu jago dalam menangani anak dengan watak seperti ini. Dulu, saat saya masih mengajar di salah satu SD swasta di Gresik, saya selalu mengamati bagaimana cara guru-guru menghandle anak-anak seperti itu. Ternyata mereka tidak menggunakan kata-kata yang halus seperti “Udah sayang jangan menangis” . Mereka malah menggunakan kata-kata tegas yang membuat si anak-anak itu tetap menangis tapi beberapa saat kemudian berhenti. Ketika menghadapi anak seperti ini, mungkin guru memang perlu bersikap tegas dan berstrategi. 

Ingat  acara “Nanny 911”? acara produksi Amerika yang beberapa waktu yang lalu ditayangkan di salah satu TV Indonesia. Dalam acara itu, si Nanny yang tinggal beberapa hari di rumah keluarga dengan anak-anak yang sangat aktif menerapkan beberapa strategi dalam menghandle kenakalan anak-anak. Seingat saya ada salah satu episode Nanny 911 yang memberikan reward and punishment pada anak-anak yang tingkahnya sangat ‘istimewa’. Jadi dalam episode itu ada tiga anak yang bandel-bandel. Tiga bersaudara ini diberikan kewajiban tugas rumah tangga seperti menyapu,mengepel, menyiram bunga, dan pekerjaan lain. Ketika anak ini berhasil mengerjakan satu pekerjaan, maka si Nanny akan memberikan satu bintang, begitu juga kalau mereka tidak mengerjakan hal yang menjadi tugasnya si Nanny tentunya juga memberikan hukuman yang mendidik. Ternyata cara ini sangat efektif dalam membuat anak yang tadinya nakal dan bandelnya luar biasa menjadi anak yang manis. 

Sebagai guru mungkin kita harus mengerti satu persatu karakter anak-anak kita, menganalisis karakter-karakter itu kemudian memberikan perlakuan sesuai dengan karakter anak-anak itu. Pengembangan karakter anak memang tidak mudah, namun tidak berarti itu mustahil dilakukan. Bagi anak-anak usia dini dan sekolah dasar pengembangan karakter baik bisa mudah dilakukan, namun bagi remaja mungkin hal ini sedikit sulit karena karakter dasar mereka sudah terbentuk. Percayalah menumbuhkan karakter butuh wkatu. Seperti batu yang ditetesi air setiap hari, pasti akan berlubang. Begitu juga hati murid-murid kita. Bila setiap hari kita memberikan nasehat dan teladan, suatu saat hati mereka akan terpanggil untuk berperilaku yang sesuai.


Alfanita Zuraida

Tidak ada komentar:

Posting Komentar