Jumat, 22 November 2013

Balada sang Wakil Rakyat

Ini merupakan hasil tulisan saya waktu kuliah S1, mungkin semester tujuh. Silakan menikmati.


BALADA SANG WAKIL RAKYAT

Aku bersumpah untuk merutukimu hai pria setengah baya dengan kata-kata paling menyakitkan di dunia. Aku akan menyebutmu brengsek, bajingan, atau anjing sekalipun. Kau telah mengecewakanku. Mengecewakan semua amanah dan kepercayaankumu. Andai aku bisa, aku akan menghukummu dengan hukuman paling pedih di dunia. Di akhirat nanti jika Tuhan menanyaiku untuk memaafkanmu atau tidak atas semua yang kaulakukan padaku, akan kukatakan bahwa aku tidak sudi memaafkanmu. Dan biar Tuhan meletakkanmu di nerakaNya yang paling bawah. Melihatmu meraung-raung di bawah sana, aku  akan tertawa puas.

Namamu adalah Rahmad Teguh Priyanto. Teman-teman kampusmu memanggilmu Rahmad. Kau bukan anak orang berada. Ibumu hanya penjual gorengan sedangkan Bapakmu adalah penjahit yang sering dimintai tolong tetangga untuk menjahitkan kain mereka. Keluarga kecilmu  ini tinggal di bantaran sungai Mas. Dengan segala keterbatasannya ini, kedua orang tuamu berusaha supaya anak semata wayangnya bisa menjadi seseorang yang berguna bagi bangsanya, tidak seperti mereka yang selalu hidup papa dalam pergulatan hidupnya. Akhirnya kedua orang tuanya ini sepakat bekerja membanting tulang menyekolahkannya sampai perguruan tinggi. Berbagai pekerjaan sampingan pun mereka lakukan demi mewujudkan impian mereka yang memiliki anak yang berguna bagi bangsanya.
  
Akhirnya dengan perjuangan keras kedua orang tuamu, kau bisa mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi. Kau pun berjuang untuk menjadi mahasiswa pintar yang tidak mengeecewakan kedua orang tuamu. Di samping kuliah, kau pun aktif mengikuti organisasi di universitasnya. Tergembleng dari organisasi ynag  kau ikuti, kau memjadi orang yang idealis. Korupsi, kolusi dan nepotisme adalah hal-hal yang membuatmu bicara bahwa kau anti dengan semua itu. Ada –ada saja yang kau perjuangkan, berdalih untuk kesejahteraan mahasiswa berbagai demo yang menolak kebijakan kampus yang merugikan masyarakat dan mahasiswa telah kau ikuti.  Bila ada salah satu saja kebijakan kampus yang tidak sesuai dengan idealisme mu, kau akan matia-matian menolaknya dengan segala macam cara. Walaupun kadang-kdaang semua yang kau lalakukan bertentangan dengan birokrasi kampusmu. Semua itu kau lakukan agar para mahasiswa bisa menikmati pelayanan terbaik di bidang pendidikan. Begitu menggebu semangatmu dalam memperjuangkan itu, samapi julukan sosok organisatoris pun kau sandang.
 
Lulus kuliah S1mu, kau menerima pinangan dari salah satu partai politik untuk menjadi kadernya. Merasa idealismu akan terjaga ketika bergabung dengan salah satu partai nasionalis itu, kau pun mengangguk setuju dengan pinangan itu. Kau pun  menjadi salah satu kader partai politik besar di Surabaya. Dalam hati kau bersumpah akan tetap menjaga idealismemu dan akan terus berpihak padaku.

Karirmu sebagai anggota partai politik melejit pesat, bukan karena kau seorang yang pintar, namun lebih karena usahamu untuk mengadakan lobi-lobi dengan para dedengkot partai politik itu. Alhasil jabatan tinggipun melirikmu, kau berhasil menjadi anggota DPRD Surabaya. Dalam hati kau berjanji memperjuangkan kepentinganku, wakil rakyat yang akan selalu memperhatikanku. 

Beberapa tahun kemudian, berkat kerja kerasmu, kau terpilih menjadi ketua DPRD daerah Surabaya. Di hadapanku Kau secara verbal mengucapkan janji-janjimu. Janji-janji yang akan selalu kuingat seumur hidupku. Aku masih ingat salah satu janji yang kau ucapakn sehingga membut ku memilihmua. Kau berkata,”...Jika saya terpilih sebagai ketua DPRD 1 saya akan berusaha untuk menjadi ketua yang amanah. Saya akan benar-benar memperhatikan kepentingna rakyat. Sembako murah, pendidikan gratis, dan lapangan pkerjaan yang luas adalah janji yang saya penuhi bila salah satu anggota DPRD tingkat satu Surabaya. Aku dan teman-temanku pun sepakat memilihmu untuk menjadikanmu wakil yang diharapkan menjadi pengayomku.

Hari demi haripun berlalu, sehari, sebulan, setahun, dan kini sudah berjalan dua tahun, dua periode ia menjabat Ketua DPRD Surabay. Namun janji manis yang kau ucapkan tak pernah tereleasisikan. Ah, dasar bangsat, penipu kelas kakap. Ia pura-pura lupa padahal aku disini selalu menanti uluran tanggannya. Aku pernah datang ke rumahnya. Mengharapkanmu untuk membantuku. Memebantu orang sepertiku yang terjajah dan papa. Namun bukan sanga politisi angkuh yang keluar, namun anjing yang menggognng dan mengejar ku. Kurang ajar! Dua kalinya aku mengetuk pintu pagarmu, berharap kau akan datang dan menerima jeritanku. Namun kedua kalinya aku harus menelan ludah sendiri. Kini bukan anjingnya yang menyambutku, namun pengawal berpakaian hitammu. Mengusirku, seperti aku manusia hina.

Iblis kau, kau gunakan uangku untuk kepuasan pribadimu. Enak ya! kau jalan-jalan bertraveling ke luar negeri, aku disini juga berjalan-jalan menawarkan barang daganganku untuk sesuap nasi. Kau makan enak di restoran ditemani relasimu, sedang aku makan di warung di temani tikus-tikus lapar yang senantiasi melirikku untuk memberikan sisa makannaku. Kau tinggal di rumah tingkat atau Hotel berbintang, sedang aku tidur hanya beralaskan tikar. Kau bisa meneruskan kuliahmu hingga samapai gelar dokter, menyekolahkan anakmu di sekolah paling bonafit di Surabaya. Sedang aku? Betapa teririsnya hatiku melihat anakku merengek-rengek untuk memasukkannnya di Sekolah Dasar termurah di sekitar rumah sekalipun namun aku tak mampu.

Mana janjimu hai sang wakil rakyat? apakah dulu kau tidak sadar, sedang berada di awang-awang. Atau kau sedang mabuk ketika mengucapkan janji-janji, yang setelah kau sadar kau lupa dengan semua itu. Dasar penipu! mana janji manismu yang kau ucapkan dengan mulus manismu?

Dan kini aku bisa bernafas sedikit lega, kau di penjara atas tuduhan korupsi, kolusi dan illegal logging, membusuk bersama para tikus-tikus berdasi sepertimu. Sekarang kau bisa berbuat apa di sana, apa yang bisa kau banggakan dari dirimu sekarang kau tak ubahnya seperti pesakitan. Bisa apa sekarang kau di sana. Dalam tembok angkuh, inilah arti ketidakberdayaan. Kau punya harta namun kau tak bisa menikmatinya, punya keluarga namun tak bisa kau kasihi. Sepertinya ini laknat Tuhan padamu baru dimulai.

Kau sepertinya masih menggunakan sisa-sisa kekuasaanmu untuk mendapatkan lagi kemewahanmu. Dengan hartamu kau suap sipil penjara agar mau memberikan kemewahan di penjara padamu. Namun untunglah walaupun banyak orang sepertimu namun beruntung dia tak bernafsu pada gemerincing uang sepertimu. Namun sayang jumlah orang jahat memang lebih banyak dari pada orang baik di dunia ini. Pengacara yang kau bayar dengan hasil keringatku mau membantumu, setali tiga uang denganmu, ia pun mulai memerasmu untuk memberikannya banyak uang untuk membebaskanmu. Dan pasti kau pun menyanggupinya.

Di pengadilan kau meraung-raung, menangisi keputusan hakim yang memberimu kehidupan berbeda, kau dihukum 15 tahun penjara karena tuduhan korupsi, kolusi serta illegal logging telah terbukti dan menjeratmu. Seperti anak kecil yang diambil minannya kau menangis, entah tagisan apa yang sedang kau pertunjukkan. Mungkin tangisan ini adalah tangisan kehilangan segala bentuk kemewahanmu dari harta yang kau ambil di tetes tetes keringatku. Sekarang kau harus terkurung di sana, menjalani kehidupan nista.

Di Penjara, kau merasakan bagaimana penderitaan menjadi rakyat miskin. Istri dan anakmu pun tak sudi melihatmu. Ayah dan suami yang mereka banggakan ternyata mampu berbuat setega itu. Ajaranmu tentang agama pada istri dan anakmu hanya omong kosong, tak ada bukti. Betapa terpukulnya hatimu setelah surat gugatan dari isteri tercintamu kau dapatkan. Kau menangis, menangisi kebodohanmu yang menilap uangku. Anakmu pun seperti menundukkan wajah mereka pada dunia, malu bahkan tak sudi punya Ayah munafik sepertimu. Kau menjadi orang yang terbuang, tak diharapkan bahkan tak dinantikan lagi kehadiranmu. Kau terbuang.

Kau menyesali, begitu menyesali perbuatanmu selama 20 tahun ini, kau teringat begitu banyak noda dan dosa yang telah kau semai. Kau awali dengan berbagai janji manis, kenudian kau tergoda atas harta yang ditawarkan para tikus-tikus negara itu. Menawarkan agar membuta kebijakan yang menguntungkan para mafia negara dan makin menjerumuskan ku ke dalam jurang dalam kepapan. Sayang kau terlambat, partaimu sendiri yang telah mengibarkan namamu untuk menjadi ketua DPRD seakan tak mau menolehmu lagi. Kini di sana posisimu telah digantikan oleh orang yang kurang lebih sama denganmu. Penjahat santun berdasi, namun namanya juga penjahat, berpenampilan apapun tak akan merubah aroma busuk sifatnya.

Setahun setelah kau mendekam di rumah nerakamu kau mulai sakit-sakitan. Kenapa? tak tahankah kau dengan situasi di penjara, makan seadanya, baju ganti yang hanya beberapa helai, tak ada traveling, refreshing, dan hal-hal menyenangkan lainnya. Ini mengingatkanmu ketika kau masih tinggal bersama kedua orang tuamu. Suatu malam kau dibawa ke rumah sakit oleh petugas penjara karena kau pingsan di selmu. Setelah di bawa ke rumah sakit kau ternyata menderita komplikasi jantung, tak tahan menghadapi tekanan, kata dokter. Inilah harga yang harus kau bayar mahal atas segala perbuatanmu. Kau pun harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Dengan pengawalan ketat kau di rawat di sana selama seminggu. Namun sayang rupanya orang-orang terdekat bahkan tangan kanannmu seperti tak ada lagi yang peduli padamu. Dengar, mereka hanya peduli pada kejayaanmu. Dulu kau membuat mereka  bahagia, bangga, dan berpikir bahwa kau hebat dengan menggunakan uangku. Sekarang apa yang mereka lakukakan padamu. Haha, ku tertawa, kau bagaikan seonggok daging tak berguna, tak ada yang peduli. Rasakan kau inilah dulu ketika kau juga tak peduli pada nasibku dan hanya memikirkan kesenangan pribadimu.

Tepat sehari setelah kau keluar dari rumah sakit polisi menemukan mayatmu di sel tahanan, kau mati bunuh diri. Kau menangisi hidupmu yang malang. Sayang kau tidak pernah menangisiku hai wakil rakyat yang telah menelantarkanku. Hak-hak yang seharusnya kau bela. Namun kau hanya meratapi kesendirianmu, tanpa keluarga dan kawan politikmu, tak bisa apa- apa dalam dingin jeruji besi. Kau mulai mengambil sebuah pisau yang telah kau sembunyikan dari dapur umum, kau keluarkan. Gemetar tanganmu, takutkah kau pada Tuhanmu? Kau mulai menyentuh nadi tanganmu. Ragu-ragu menghinggapimu. Namun tak urung kau gores juga nadi tanganmu. Darah bercecer, tetes tetesnya menghinggapi lantai kotor sel penjara. Jijik sekarang aku melihatmu, bodoh! tak malah bertobat pada Tuhan malah melakukan perbuatan yang dilaknat Tuhan. Sipil penjara menemukanmu tiga jam kemudian, kau kehabisan banyak darah dan mati.

Di pemakamanmu aku hanya tertawa, inikah nasibmu yang dulu menggusur tempat berdagangku, menilap uangku, ini kah kamu yang membabat hutanku? kasihan sekali kau yang tak pernah merasakan kenyamanan dalam hidupmu. Mengapa? karena kau bersenang-senang di atas penderitaanku. Kini rasakan akibatnya kau mati tanpa penghormatan. Lihat mantan istrimu tak datang. Kedua anakmu pun hampir tak meneteskan air mata melihat pemakamanmu. Hanya kedua orang tuamu yang kulihat begitu sedih melihat kematian tragis anak semata wayangnya. Tangis pilu ibumu seperti bersenandung bertalu-talu mengiringi kepergianmu. Di sampingnya, Ayahmu hanya menatap kosong ke arah perkuburanmu. Hatinya perih, tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa  a akan kehilangan putra kebanggaannya dengan cara seperti ini. Lihat mereka, mengapa kau tega sekali menyakiti orang yang paling mencintaimu di dunia ini.

Hai para Rahmad-Rahmad yang lain kukatakan yang lain kukatakan kepadamu bahwa janji adadalah amanah, yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Menjadi wakil rakyat bukan hanya sebuah gengsi. Lebih dari itu, menjadi wakil rakyat adalah sebuah beban di pundak yang harus ditunaikan dengan baik. Bila kau tetap memilih menjadi Rahmad yang telah kuceritakan tadi. Maka lihat laknat Tuhan bukan hanya di dunia kau tidak punya ketentraman hidup namun di akhirat, mungkin kau akan dimasukkan dalam neraka yang berkobar api-api. Dan junjunganmu pun mungkin tak akana sudi menurunkan syafaatnyauntuk orang sepertimu. Maka marilah kita menjadi Rahmad-rahmad yang amanah, menggenggam janji karena kecintaan pada Rabbi dan Nabi. Hatumu akn tenang dan hidupmu pun akan tenteram.
Dan bagi Rahmad-Rahmad yang telah menusukku dari belakang, bertobatlah mulai sekarang, jangan sampai kau dilaknat Tuhan seperti Rahmad yang telah kuceritakan, ingatlah tangan tangan kotormu telah menjadi alat yang mencambuk hatimu.
(Alfanita Zuraida, Pend. Bahasa Inggris ’06)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar