Minggu, 24 November 2013

Mengintip KKT Lebih Dekat

Belajar di pinggir jalan ala kelas KKT Bahasa dan Sastra Indonesia


“Saudara sudah ada di kelas KKT ini, marilah kita rasakan ‘penderitaan’ ini, mungkin ada sesuatu menyenangkan setelah lulus dari sini.
 (Nadjid, dosen KKT Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia)

Di depan sebuah pintu di gedung T4 Unesa tertempel sebuah tulisan “Kelas KKT A”. Di dalam kelas, seorang dosen sedang memberikan ceramahnya tentang teori sastra yang terbagi dalam berbagai macam teori. Mahasiswa di depannya tampak sangat mendengarkan penjelasan dosen. Diantara mereka ada yang terlihat serius, namun banyak juga yang masih terlihat bingung. Maklumlah, mereka semua bukan asli berasal dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mereka adalah peserta program KKT Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang ingin memiliki kewenangan tambahan di luar kewenangan utamanya.

Program Kependidikan dengan kewenangan tambahan (KKT) adalah program Ditjen Dikti Kemendiknas yang bertujuan untuk untuk menghasilkan guru dan calon guru yang memiliki keunggulan dan kompetensi sebagai guru profesional dengan kewenangan tambahan mengajar mata pelajaran lain di luar kewenangan utama. Program yang dimulai pada November 2011 ini memberikan kewenangan tambahan vertikal dan horizontal pada guru dan calon guru. Kewenangan tambahan vertikal adalah lulusan program S-1 KKT yang mampu melaksanakan tugas mengajar bidang studi utama pada jenjang pendidikan yang berbeda, yaitu pada SD/MI dan SMP/MTs atau SMP/MTs dengan SMA/MA/SMK. Kewenangan tambahan horizontal adalah lulusan Program S-1 KKT mampu melaksanakan tugas mengajar bidang studi lain yang serumpun dengan bidang studi utamanya pada jenjang pendidikan yang sama.

Dalam pelaksannannya, peserta program KKT dibedakan menjadi tiga yaitu kelompok A, kelompok B, dan kelompok C. Kelompok A adalah mahasiswa S-1 Kependidikan dari program studi yang terakreditasi yang telah menyelesaikan seluruh mata kuliah kewenangan utama selain skripsi dan sedang menulis skripsi. Kelompok B adalah lulusan S-1 Kependidikan dari program studi yang terakreditasi yang belum menjadi guru/belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Kelompok C adalah Guru yang telah bersertifikat pendidik dan berkualifikasi S-1 akan tetapi mengajar tidak sesuai kewenangan utamanya (mismatch) atau tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu.

Program nasional ini dipercayakan kepada dua belas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), termasuk Unesa. Pada program perdana ini Unesa diberi kuota 350 orang untuk direkrut menjadi mahasiswa untuk mengikuti studi berbeasiswa penuh dari pemerintah selama satu semester. Ada lima jurusan program KKT yang  dibuka oleh universitas yang dulu bernama IKIP Surabaya ini yaitu jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Jawa, Pendidikan Matematika, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, serta Pendidikan Bimbingan dan Konseling,

Di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, KKT dibuka dengan dua kelas yaitu kelas KKT A dan kelas KKT B. Kelas KKT A rata-rata terdiri dari mahasiswa yang masih menyelelesaikan skripsinya sedangkan kelas KKT B terdiri dari mahasiswa yang telah lulus S1 kependidkan dan belum mendapatkan NUPTK. Kelas KKT juga dibagi menjadi dua kelas yaitu KKT kelas A dan KKT kelas B. 

Salah satu dosen pengampu KKT, Dr. Kamijan M.Hum. mengatakan bahwa KKT sangat efektif dalam peningkatan proses belajar mengajar Bahsa Indonesia di sekolah. Guru-guru yang bukan lulusan bahasa Indonesia tetapi harus mengajar Bahasa Indonesia bisa mendapat ilmu tentang bahasa Indonesia. Selain itu diharapkan dengan adanya program KKT ini kekuramgan guru Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah bisa teratasi. Pria yang barus saja mendapatkan gelar doktornya di Udayana ini menambahkan bahwa Program KKT ini akan dievaluasi untuk menentukan apakah akan ada program KKT atau tidak setelah angkatan pertama ini usai.

Menurut Septyn, salah satu mahasiswa KKT A menyatakan bahwa program KKT ini sangat bermanfaat baginya, karena dengan adanya program KKT ini, ia dapat mengajar di luar kewenangan utamanya. Gadis berkerudung ini menambahkan bahwa efektifitas program KKT tergantung pada pribadi masing-masing yang menjalankannya. Hal ini dibenarkan oleh David yang juga salah satu peserta KKT B, baginya program KKT sangat bermanfaat karena membekalinya untuk bisa mengajar Bahasa Indonesia. “Walaupun harus belajar habis-hsbisan dengan banyak teori yang membingungkan, program KKT ini memberikan bekal padaku untuk menjadi guru Bahasa Indonesia yang kompeten,”ucap pria asal Tulung Agung ini mantap.

Akhirnya, hanya ada dua kata dalam mensukseskan program ini yaitu kerja keras baik kerja keras dari rektorat, dosen dan mahasiswa. Pesimisme di awal harus bisa dihapuskan dengan kerja keras dan keyakinan pada orang-orang yang di dalamnya. Walaupun ini hanya program satu semester namun bila diiringi dengan kerja keras, doa, dan keyakinan pasti ada manfaat yang dapat diambil dari program pemerintah yang diluncurkan bersamaan dengan program SMT-3T ini.(Alfanita Zuraida)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar