Senin, 23 Mei 2011

Teladani Jiwa Kepahlawanan, Giring Unesa menuju WCU


Picture taken from: unesa.ac.id
Sepuluh November setiap tahunnya selalu diperingati sebagai hari pahlawan, dalam acara tahunan ini banyak acara disuguhkan untuk menyemarakkannya seperti upacara, gerak jalan, dan karnaval. Namun itu hanya sebatas even untuk mengenang jasa-jasa pahlawan. Lantas, adakah hal nyata yang membuat kita sebagai sivitas akademika Unesa meneladani apa yang sudah diperjuangkan oleh para pahlawan itu sehingga jasa-jasa pahlawan tidak hanya sebagai kerangka sejarah yang segera dilupakan dan dibuang ke dalam selokan lahat yang gelap?

Banyak istilah pahlawan yang beredar di masyarakat. Mulai dari pahlawan revolusi, pahlawan pergerakan, pahlawan nasional, sampai pahlawan tanpa tanda jasa yang disematkan pada guru. Pada zaman pergerakan, Rektor Unesa, Prof. Dr. H. Haris Supratno mendefinisikan pahlawan sebagai pejuang gagah berani, panglima perang yang berjuang dalam peperangan untuk membela bangsa dan tanah airnya dengan mengorbankan segenap jiwa dan raganya. Dalam konteks kekinian, orang nomor satu di Unesa ini mendefinisikan pahlawan sebagai orang yang menonjol di bidang tertentu karena keberaniannya dalam berkorban untuk memperjuangkan kebenaran.

Pak Haris (panggilan akrab Rektor Unesa, red.) mengatakan “Tidak mudah ketika seseorang disebut sebagai pahlawan. Beberapa kriteria harus dipenuhi ketika atribut pahlawan disematkan pada seseorang di antaranya, yang pertama seorang pahlawan harus memunyai jiwa keberanian untuk membela kebenaran. Selain itu keperkasaan juga menjadi salah satu kriteria ketika seseorang disebut pahlawan, keperkasaan yang dimaksud adalah keperkasaan dalam hal fisik dan semangat. Pahlawan sejati juga harus memunyai rasa rela berkorban baik jiwa, raga, maupun harta yang dimiliki. Pengorbanan itu juga harus dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih,” jelas pria murah senyum ini.

Jabatan, kedudukan, dan harta seseorang bukan merupakan dasar seseorang disebut pahlawan, semua itu hanya efek ketika seseorang berjuang tanpa pamrih demi sesuatu. Dihubungkan dengan jasa dan prestasi, dua hal tersebut juga bukan merupakan tolak ukur untuk seseorang disebut sebagai pahlawan. Belum tentu semua orang berjasa dapat disebut pahlawan, sedangkan dalam prestasi, Unesa sangat menghargai prestasi sivitas akademikanya namun ini juga bukan merupakan sebuah tolok ukur seseorang dapat dikatakan sebagai pahlawan.

Pahlawan Tak Harus Berprestasi

Banyak pameo atau ungkapan dalam penyebutan kata pahlawan, misalnya penyebutan pahlawan tanpa tanda jasa untuk guru dan pahlawan devisa negara untuk para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Kedua contoh itu hanya ungkapan, bukan pahlawan secara formal. Untuk diabadikan sebagai pahlawan secara formal inilah yang butuh proses yang panjang, misalnya ketika pada 2006 Unesa dan tim pengkaji sejarah mengusulkan Trunojoyuo sebagai pahlawan nasional. Unesa sebagai instansi pendidikan mengusulkan pria asli Madura itu sebagai pahlawan nasional kepada WaliKota Surabaya yang kemudian diteruskan pada Gubenur dan Presiden. Namun sayangnya, menurut tim Nasional, Trunojoyo masih belum bisa dikatakan sebagai pahlawan nasional karena beberapa hal.

Dalam sebuah lembaga terkadang ada juga pameo atau ungkapan tentang pahlawan, begitu pun di Unesa. Di Unesa ada istilah pahlawan Unesa yang berarti orang yang melakukan sesuatu pada Unesa seperti berjasa atau berprestasi pada lembaga. Namun Pembantu Rektor 1 Unesa, Prof. Dr. Budi Jatmiko, M.Pd berkata “Yang dapat disebut pahlawan Unesa adalah mereka yang benar-benar berjuang untuk kemajuan Unesa, menjaga citra baik Unesa, dan mengharumkan nama Unesa. Mereka pun tidak harus ada di Unesa, walaupun mereka sudah lulus atau pensiun, mereka yang menjaga citra dan nama baik Unesa merupakan pahlawan Unesa. Pahlawan Unesa juga tidak harus orang yang berprestasi, karena prestasi hanya sebuah indikator. Pengabdian yang dalam pada universitas inilah yang menempatkan orang-orang ini menjadi pahlawan Unesa,”kata pria ramah ini.

Jiwa Kepahlawanan Giring Unesa menuju WCU

Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menuju World Class University (WCU), cita-cita ini merupakan sebuah cita-cita besar, luhur, dan mulia. Cita-cita ini tidak akan terlaksana tanpa adanya peran serta segenap sivitas akademika Unesa. Sivitas akademika Unesa harus bekerja keras tak lekang waktu, berjuang, berproses untuk menuju sebuah keinginan yang kuat. Jadi peran serta sivitas akademika akan sangat mendukung percepatan proses Unesa menjadi WCU.

Kini sivitas akademika Unesa sedang berbenah menuju WCU. Beberapa hal pun disiapkan Unesa di antaranya menumbuhkan semangat kerja keras tanpa pamrih yang merupakan jiwa dan karakter kuat seorang pahlawan sehingga citra lembaga dapat dinaikkan. Selain itu, karya monumental baik keilmuan atau sosial yang bertaraf nasional dan internasional yang merupakan salah satu ukuran suatu lembaga disebut WCU pun perlu digalakkan.

Untuk bisa lebih mengabdikan diri pada lembaga, dosen-dosen muda yang telah bergelar doktor terus didorong dapat menjadi profesor pada usia kurang dari lima puluh tahun, sehingga masa pengabdian pada lembaga relatif lebih panjang, karena usia pensiun seorang profesor, tujuh puluh tahun. Rintisan FMIPA membuka kelas internasional juga merupakan salah satu usaha Unesa dalam menuju WCU.

Dengan atribut pahlawan, seseorang bukan hanya tampil dan menjadi terkenal namun lebih dari itu sosok pahlawan sejati hanya ada pada diri mereka yang benar-benar berjuang tanpa pamrih, sosok yang hanya mendambakan kebahagian sejati dan hakiki. 

(Alfanita Zuraida)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar